Selain itu, penting juga untuk memahami cara publikasi karya ilmiah, baik dalam bentuk buku karya ilmiah maupun artikel karya ilmiah. Semua elemen ini bersama-sama membantu peneliti dan penulis mencapai standar tertinggi dalam dunia akademik.
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Virus Corona adalah zoonotic yang artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Indonesia, perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal pada tanggal 30 Desember 2019 dimana Wuhan Municipal Health Committee mengeluarkan pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause”. Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai ke lintas negara. Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa dampak pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.
China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan kegiatan impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.
Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar. Selain itu, penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal China menjadi pusat produksi barang dunia. Apabila China mengalami penurunan produksi maka global supply chain akan terganggu dan dapat mengganggu proses produksi yang membutuhkan bahan baku dari China. Indonesia juga sangat bergantung dengan bahan baku dari China terutama bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part elektronik, komputer dan furnitur.
Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih berhati-hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga memengaruhi proyeksi pasar. Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi pasarnya berubah. Di bidang investasi, China merupakan salah satu negara yang menanamkan modal ke Indonesia. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China menenpati urutan ke dua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US $5 miliar yang masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang terhambat datang ke Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke dan dari China untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan sejumlah maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak penumpang. Para konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan pemerintah bertindak dengan memberikan diskon untuk para wisatawan dengan tujuan Denpasar, Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba dan Malang. Di Eropa juga memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan harus menggunakan sekitar 80 persen slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa agar tidak kehilangan slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di Indonesia yang membatasi perjalanan ke China, namun negara-negara yang lain seperti Italia, China, Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga memberlakukan hal yang sama (www.cnnindonesia.com).
Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai 2.07 juta orang pada tahun 2019 yang mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019. Penyebaran virus Corona menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia akan berkurang. Sektor-sektor penunjang pariwisata seperti hotel, restoran maupun pengusaha retail pun juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami penurunan sampai 40 persen yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel. Sepinya wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar konsumennya adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus Corona juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena para wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli oleh-oleh. Jika wisatawan yang berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga akan menurun. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit bisnis di Indonesia dan jenis usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja.
Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi (www.bi.go.id). Oleh karena itu penulis tertarik membahasnya lebih dalam lagi tentang dampak wabah covid – 19 terhadap kegiatan perbankan dan cara kerja manajemen resiko dalam menghadapi wabah covid – 19 dengan menarik judul “MANAJEMEN RESIKO YANG DITERAPKAN PERBANKAN SAAT MENGHADAPI PANDEMI COVID – 19 UNTUK MENJAGA STABILITAS EKONOMI DI INDONESIA”.
- Rumusan Masalah
1) Apa itu pandemi covid – 19 dan dampaknya terhadap perekonomian ?
2) Apa dampak yang ditimbulkan pandemi covid-19 terhadap aktivitas perbankan ?
3) Bagaimana sektor perbankan mengelola manajemen resiko saat menghadapi pandemi covid-19 ?
- Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui apa itu pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian.
2) Untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan dan aktivitas perbankan.
3) Untuk mengetahui bagaimana penanganan dan penerapan Manajemen Resiko yang dilakukan oleh perbankan.
- Manfaat Penulisan
1) Bagi Penulis, untuk mengetahui apa itu covid-19 dan dampanknya terhadap perekonomian.
2) Bagi Pembaca, untuk mengetahui cara menyikapi pandemi Covid-19 dan bagaimana penerapan Manajemen Resiko saat terjadi pelemahan ekonomi.
PEMBAHASAN
- Pandemi Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Perekonomian
Pandemi Covid-19 merupakan virus corona yang berasal dan pertama kali muncul dari kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Di duga Covid-19 ini berasal dari hewan kelewar dan setelah di telusuri, orang-orang yang terinfeksi virus ini merupakan orang-orang yang memiliki riwayat telah mengunjungi pasar basah makanan laut dan hewan lokal di Wuhan, China. Manusia merupakan mahluk sosial yang memungkinkan saling berinteraksi secara langsung sehingga tingkat penyebaran pandemi Covid-19 semakin pesat, hingga Kamis, 26 maret 2020 tercatat 198 negara yang terinfeksi oleh Covid-19.
Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19, pada 26 Maret 2020 tercatat 893 orang positif virus Corona. Diantaranya, 35 orang sembuh, 780 orang di rawat, dan 78 orang meninggal. Salah satu penyebab virus corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena Indonesia merupakan negara dengan Sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi devisa terbesar kedua di Indonesia setelah devisa hasil ekspor Kelapa Sawit.
Kinerja perekonomian Indonesia jelas akan ikut terdampak. Pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan nasional diprediksi turut lesu sebagai dampak melorotnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi perekonomian global saat ini sangat menantang. Dia pun mengakui, memburuknya kondisi ekonomi global akan memengaruhi ekonomi Indonesia. Kita pahami kondisi ekonomi global sangat menantang. Selain dihadapkan pada pelemahan ekonomi, sekarang ditambah dengan terjangkitnya virus novel corona dampaknya tidak main-main. Angka revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang dilansir IMF adalah kondisi yang sama dengan kurun 2008-2009. Pada kurun waktu itu, dunia dihadapkan pada krisis keuangan global yang bermula dari Amerika Serikat.
Jika durasi Covid-19 bisa lebih dari 3 sampai 6 bulan, kemudian lockdown, serta perdagangan internasional bisa drop di bawah 30 persen, penerbangan drop sampai dengan 75 persen hingga 100 persen, maka skenario bisa menjadi lebih dalam, pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 2,5 persen bahkan 0 persen. Berdasarkan perhitungannya hingga pekan kedua Maret 2020, ekonomi Indonesia masih tumbuh di kisaran 4,9 persen. Jadi kalau kuartal I masih 20 hari terakhir, dan itu menurun, hingga kuartal I diharapkan masih tumbuh 4,5 persen hingga 4,9 persen.
—Baca juga: Cara Penulisan Daftar Pustaka yang Benar Untuk Karil—
Tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang loyo, kinerja perdagangan, pasar keuangan, nilai tukar, hingga aktivitas bisnis juga diyakini bakal terdampak. Ekonom Institute of Development Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, memproyeksi ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,5 persen pada 2020. Angka ini lebih rendah dari proyeksi lembaga pemeringkat internasional Moody’s yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,8 persen pada tahun ini. Bhima menilai, dampak virus corona ke laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ditelusuri lewat korelasi hubungan ekonomi China dan Indonesia. Jadi, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi China, ekonomi Indonesia bisa terpengaruh 0,3 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi disebabkan korelasi perdagangan dan investasi Indonesia-China cukup besar. Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China hanya sekitar 5 persen pada 2020, atau turun 1 persen dibanding 2019. Melambatnya pertumbuhan ekonomi akan berkaitan langsung dengan turunnya pendapatan domestik bruto (PDB). Jika growth hanya 4,5 persen maka PDB nilainya Rp 16.546 triliun. Ini berarti kita kehilangan Rp 127 triliun (dibanding 2019).
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 berkisar 5-5,4 persen, turun dari perkiraan semula di kisaran 5,1-5,5 persen. Revisi perkiraan ini ada karena melihat adanya pengaruh jangka pendek pemulihan ekonomi dunia pasca terjadinya Corona Virus Disease 2019. Terlebih lagi, wabah ini sangat berpengaruh dan berdampak pada sektor parisiwata, perdagangan, dan investasi. Terkait prediksi IMF, Bank Dunia, dan Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa ekonomi China akan turun 1 persen akibat wabah virus corona, Airlangga menyebut bila durasinya lebih lama maka penurunannya pun akan lebih dalam.
Ekonomi Indonesia Hari Ini
Pesatnya penyebaran virus corona mengguncang pasar saham global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun tidak bisa menahan pengaruh anjloknya pasar saham global. Segera setelah kasus pertama virus corona di Indonesia dikonfirmasi oleh pemerintah, IHSG langsung anjlok. Bahkan, IHSG telah merosot ke bawah level 4.000, saat tulisan ini tayang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Penutupan 23 Maret 2020. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya mencegah penurunan dalam di pasar saham. Pengawas pasar modal ini mengeluarkan kebijakan baru untuk menahan penurunan IHSG. Melalui surat bernomor S-274/PM.21/2020, OJK memerintahkan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan kegiatan perdagangan saham bila IHSG berada dalam tekanan.
Nilai tukar rupiah pun sama menderitanya dengan IHSG. Setelah bertahan cukup lama di kisaran level Rp 14.000 per dollar AS, mata uang Garuda kini menapaki level Rp 16.000 per dollar AS. Pada Rabu (18/3/2020) pukul 12.44 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau berada di level Rp 15.222 per dollar AS. Rupiah melemah 50 poin atau 0,33 persen dibandingkan pada posisi pembukaan, yakni Rp 15.085 per dollar AS. Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menunjukkan pada Rabu (18/3/2020), rupiah berada di level Rp 15.223 per dollar AS. Angka ini pun melemah dibandingkan sehari sebelumnya, yakni Rp 15.083 per dollar AS. Rupiah pun makin terpuruk pada Senin (23/3/2020), bahkan perdagangan di pasar spot ditutup melewati level Rp 16.000 per dollar AS, tepatnya Rp 16.575 per dollar AS.
Kurs rupiah di pasar spot pada Senin ini merupakan nilai tukar terendah dalam sejarah hingga tulisan ini tayang. Di tengah sesi perdagangan, merujuk data Bloomberg, rupiah sempat pula diperdagangkan di level Rp 16.625 per dollar AS. Rupiah di Pasar Spot di Akhir Perdagangan 23 Maret 2020. Jisdor pada Senin juga memperlihatkan penurunan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut. Dibuka di level Rp 16.005 per dollar AS, rupiah di Jisdor ditutup di level Rp 16.608 per dollar AS.
- Aktivitas Perbankan Saat Pandemi Covid-19
Penyebaran corona COVID-19 turut berdampak negatif pada kegiatan usaha perbankan di berbagai negara. Namun, industri perbankan di sejumlah negara mampu bertahan. FOMC (Federal Open Market Committee) mengumumkan pengurangan 0,5 basis poin dalam kisaran target untuk suku bunga dana federal, sehingga kisaran menjadi 1-1,25 persen, Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat mengatakan. “Penyebaran Virus Corona telah membawa tantangan dan risiko baru. Wabah ini juga mengganggu aktivitas ekonomi di banyak negara dan telah mendorong pergerakan signifikan di pasar keuangan,”. Penurunan suku bunga acuan oleh The Fed ini merupakan penurunan pertama kali di luar jadwal reguler The Fed sejak 2008, ketika ekonomi dunia dihantam krisis finansial. Pemotongan ini juga merupakan level darurat pertama yang tidak terjadwal dan merupakan penurunan suku bunga satu kali terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008.
Hal yang sama diperkirakan juga melanda bank-bank di negara kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan kredit, penurunan pendapatan bunga dan non bunga bank-bank di kawasan Asia Tenggara diperkirakan juga mengalami perlambatan. Rasio dana murah di Asia Tenggara berada di kisaran 48 persen, dan berakibat pada tekanan terhadap NIM seiring pemangkasan suku bunga acuan. COVID-19 menghantam sektor perbankan ASEAN melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, yang mengakibatkan perlambatan pertumbuhan kredit dan berujung pada menurunnya profitabiltias industri perbankan. Fitch Ratings menilai, bank-bank di Thailand dan Singapura yang bergantung pada pariwisata, kemungkinan paling terpengaruh COVID-19.
Berkurangnya pemasukan dari sektor pariwisata, terganggunya rantai pasok manufaktur serta melemahnya permintaan ekspor, cenderung memberi tekanan pada keuntungan perusahaan yang pada akhirnya dapat membebani kualitas aset perbankan. Meskipun, sektor-sektor terkait pariwisata hanya sebagian kecil dari portofolio kredit yang disalurkan perbankan Vietnam, industri perbankan Vietnam cenderung menghadapi perlambatan pertumbuhan kredit dan laba. Selain itu, modal terbatas yang dimiliki bank-bank Vietnam tidak dapat membantu merangsang pertumbuhan kredit dalam masa pemulihan dari serbuan COVID-19. Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga akan menguji kualitas pinjaman perbankan.
WHO Sebut Pembatasan Sosial Saja Tak Cukup untuk Atasi COVID-19 Perbankan Indonesia pun tidak luput dari terkoreksinya laba dan NIM. Hal ini karena profitabilitas perbankan Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan bunga dan non-bunga dan biaya provisi yang tinggi. Tetapi banyak bank di Indonesia yang memiliki pendapatan yang memuaskan serta buffer modal yang besar. Sebagai catatan, rata-rata return on asset (ROA) bank-bank di Indonesia sekitar 2 persen dan rasio tier 1 rata-rata 21,9 persen pada akhir 2019 Dampak COVID-19 lebih terasa pada kredit UKM yang sebesar 15 persen dari portofolio perbankan.
- Strategi Penguatan Manajemen Resiko Yang Dilakuakan Dunia Perbankan Indonesia
Bisnis Bank di Indonesia di tengah gejolak sentimen global virus Corona masih difokuskan pada penyaluran kredit pada sektor yang tidak terlalu dipengaruhi langsung oleh virus Corona dengan tetap menjaga aspek manajemen risiko yang baik. Managing Director Chief Operating Officer PT Bank DBS Indonesia, Aryo Bimo Notowidigdo, juga menyebutkan perusahaan terus berupaya meningkatkan fee based income lain mulai dari segmen UKM, koperasi hingga nasabah ritel. Kendati begitu, perbankan sudah mulai mengambil langkah-langkah antisipasi agar tekanan ekonomi tidak berdampak ke kualitas kredit.
Salah satunya, dengan meningkatkan pemantauan kredit kepada debitur yang memiliki potensi tekanan tinggi akibat kondisi saat ini. Selain itu, juga menyiapkan skema restrukturisasi, seperti memperpanjang masa pengembalian kredit bila ke depan ada kasus-kasus kredit bermasalah. Umumnya, sektor kredit yang berpotensi menyumbang NPL adalah pariwisata dan perhotelan. Hal ini sejalan dengan turunnya minat wisatawan untuk melancong saat isu penyebaran virus corona terus meluas. Bahkan, ketika Indonesia pun sudah mengumumkan kasus positif virus corona perdana.
Suku Bunga BI Turun
BI sebagai penjaga utama stabilitas mata uang rupiah dan inflasi di Tanah Air langsung mengeluarkan jurus-jurus moneter terkait pelemahan ekonomi saat ini. Suku bunga acuan perbankan pun diturunkan seraya berharap segera memberikan efek menetes ke industri perbankan untuk ikut penurunan ini. Pada Kamis (19/3) lalu, usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan penurunan suku bunga acuan 7Days Reverse Repo Rate (7DRRR) di level 4,5 persen. 7DRRR ini menjadi acuan industri perbankan dalam menentukan suku bunga pinjaman/kredit/pembiayaan. Perry mengatakan kebijakan moneter di tengah wabah corona saat ini tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran. BI tetap memperhatikan stabilitas eksternal yang terjaga serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat.
Pekerjaan terbesar BI sekarang tentu menjaga penguatan rupiah atas dolar AS. Pada penutupan perdagangan Jumat (20/3), rupiah berada di level 15.960 per dolar AS. Rupiah sempat menembus 16 ribu per dolar AS atau menyamai kerendahan saat krisis moneter 1998. Jika rupiah menguat maka inflasi bisa terus terjaga. Suku bunga bank pun masih bisa direlaksasi. Sebaliknya, jika rupiah makin melemah, inflasi bisa terancam, dan penurunan suku bunga acuan bisa terancam. Intervensi masih menjadi kata maut BI dalam menjaga stabilitas rupiah. BI melakukan triple intervention (tiga intervensi) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
Perry mengatakan sepanjang tahun ini BI sudah mengeluarkan uang hampir Rp 300 triliun dalam rangka menjaga stabilitas rupiah di tengah wabah corona. Jurus lainnya, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020. Terkait perbankan, BI ,memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) harian dalam rupiah sebesar 50 bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Relaksasi Perbankan dari OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan mulai menerapkan kebijakan relaksasi terhadap debitur yang terdampak wabah Virus Corona baru atau Covid-19. OJK menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan menerbitkan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada Kamis (19/3). Sekar Putih mengatakan dengan terbitnya POJK ini maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud.
POJK mengenai stimulus perekonomian tersebut dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah Covid-19. Kinerja ini bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan. Melalui kebijakan stimulus tersebut, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya. Menurut Sekar, POJK itu diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran Covid-19 sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus corona. Ini termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Juga, disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard). Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp 10 miliar. Selain itu, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit.
Relaksasi pengaturan tersebut berlaku untuk debitur non-UMKM dan UMKM, dan akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur. Dengan beragam stimulus ekonomi sektor perbankan ini diharapkan sektor riil tetap bisa bergerak. Pengusaha UMKM yang memiliki kredit bank bisa sedikit tenang dengan adanya penurunan suku bunga, keringanan membayar cicilan dalam hal ini cicilan bunga saja untuk periode tertentu, hingga bentuk-bentuk kemudahan lainnya. Bagi debitur besar, stimulus perbankan ini bisa menjadi jalan untuk merestrukturisasi kredit mereka. Stimulus ini bisa jadi cara untuk menekan sekecil mungkin kredit macet debitur yang memang menjadi ancaman industri bank.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Wabah virus corona memberikan dampak hebat terhadap perekonomian banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Yang paling tampak saat ini adalah terguncangnya bursa saham global ke titik rendah, yang juga terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Industri manufaktur, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri keuangan, hingga pendapatan individu masyarakat pun ikut terhempas gelombang wabah corona ini. Tak heran jika banyak negara memberikan stimulus ekonomi untuk mengurangi dampak penurunan ekonomi.
Stimulus ekonomi juga diberikan pemerintah Indonesia. Pertama, untuk sektor pariwisata. Pemerintah memberikan diskon tiket pesawat domestik dan hapus pajak industri hotel dan restoran di daerah wisata utama. Kedua, stimulus penghapusan pajak bagi pekerja. Dan ketiga di dunia perbankan dengan cara diterbitkannya Peraturan dari OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. POJK ini stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus. POJK mengenai stimulus perekonomian ini dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus Corona sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Melalui kebijakan stimulus ini, Perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya. POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemberian stimulus OJK ini ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard). Dengan demikian, pembengkakan rasio kredit macet bank dan gagal bayar debitur bisa terhindari sejak dini. Efek besarnya, ancaman PHK massal pun bisa dielakkan dan daya beli masyarakat bisa tetap terjaga. Tentu, OJK dalam hal ini harus benar-benar ketat dalam menyeleksi industri mana saja yang pantas mendapat keringan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Karta. 2020. “Stimulus Ekonomi Wabah Corona: Industri Perbankan”,Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://republika.co.id/berita/q7iu7z282/stimulus-ekonomi-wabah-corona-industri-perbankan
“Bank Dunia Gelontorkan Rp2.660 T Tangani Dampak Virus Corona” ,Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200403012904-532-489817/bank-dunia-gelontorkan-rp2660-t-tangani-dampak-virus-corona
“Bersiap Tameng Ekonomi untuk Dampak Wabah Corona” , Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui https://jeo.kompas.com/bersiap-tameng-ekonomi-untuk-dampak-wabah-corona
Agustina, Alin. 2020.“Dampak Pandemi Covid-19 Pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://sukabumiupdate.com/detail/bale-warga/opini/66831-Dampak-Pandemi-Covid-19-Pada-Pertumbuhan-Ekonomi-Indonesia
Chadiza, Dea. 2020. “Ketika Corona COVID-19 Menghantam Sektor Bank di Berbagai”. Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://tirto.id/ketika-corona-covid-19-menghantam-sektor-bank-di-berbagai-negara-eE1H
Herman. 2020. “Kebijakan Bank Indonesia Hadapi Dampak Virus Corona Dinilai Sudah Tepat” ,Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://www.beritasatu.com/ekonomi/611015-kebijakan-bank-indonesia-hadapi-dampak-virus-corona-dinilai-sudah-tepat
Istianur, Ilyas. 2020. “Atasi Dampak Corona, OJK Luncurkan Stimulus Kredit Perbankan”, Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4206570/atasi-dampak-corona-ojk-luncurkan-stimulus-kredit-perbankan
Ika, Pipit. 2020. “6 Langkah BI Hadapi Dampak Corona”. Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4220922/6-langkah-bi-hadapi-dampak-corona
Azizah, Muftiyatul. 2020. “Dampak Virus Corona terhadap Perekonomian Global Khususnya di Indonesia”. Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-global-khususnya-di-indonesia
“Ini Strategi Bisnis Bank DBS di Tengah Sentimen Wabah Corona”. Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200306182802-19-143106/ini-strategi-bisnis-bank-dbs-di-tengah-sentimen-wabah-corona
Sebayang, Rehiya. 2020. “IMF: Dampak Corona ke Ekonomi Lebih Buruk dari Krisis 2008”. Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020 melalui : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200404140558-4-149774/imf-dampak-corona-ke-ekonomi-lebih-buruk-dari-krisis-2008
Ika, Pipit. 2020. “Kondisi Sektor Jasa Keuangan pada Maret di Tengah Wabah Virus Corona”. Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4212410/kondisi-sektor-jasa-keuangan-pada-maret-di-tengah-wabah-virus-corona
“OJK Sebut Kredit Bermasalah Naik di Tengah Virus Corona”. Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200305142617-78-480788/ojk-sebut-kredit-bermasalah-naik-di-tengah-virus-corona
Sulistyo, Annisa. 2020. “Potensi Dampak Virus Corona ke Sektor Bank di Beberapa Negara”. Artikel diambil dari internet pada 12 April 2020 melalui : https://finansial.bisnis.com/read/20200303/90/1208329/potensi-dampak-virus-corona-ke-sektor-bank-di-beberapa-negara
hasilnya gimana lolos kah…kak
kok ga pake metode?
rubah jenis penelitianya jadi penelitian kuantitas, jangan kualitas…
modul 2 M.STRATEGIK