Selain itu, penting juga untuk memahami cara publikasi karya ilmiah, baik dalam bentuk buku karya ilmiah maupun artikel karya ilmiah. Semua elemen ini bersama-sama membantu peneliti dan penulis mencapai standar tertinggi dalam dunia akademik.
Komunikasi sejatinya tak akan pernah lepas dari kehidupan manusia sejak lahir. Sejak dalam kandungan komunikasi sudah dimulai terjalin antara ibu dan calon bayi melalui asupan makanan yang masuk lewat plasenta. Setelah bayi terlahir di dunia, orang tua selalu menjalin komunikasi dengan bayinya hingga tumbuh dewasa. Demikian pula ketika terjun dalam dunia pekerjaan seperti di PT BCA Tbk, mau tidak mau akan ada komunikasi yang terjalin sesama warga dalam perusahaan tersebut. Karena pentingnya komunikasi dengan warga perusahaan adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Namun kenyataannya selalu terdapat pimpinan perusahaan atau warga perusahaan yang tidak terbuka lebar untuk berkomunikasi dalam organisasi. Selain itu terdapat pula warga perusahaan yang segan mengeluarkan ide atau sarannya. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis berusaha memaparkan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi. Karena komunikasi merupakan unsur terpenting dalam memajukan visi dan misi organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi, atasan dengan bawahan serta sesama bawahan harus saling mendukung satu sama lain caranya dengan komunikasi. Komunikasi yang efektif dapat terwujud jika ada keterbukaan.
Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu, di antara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam organisasi, bentuk struktur dari jaringan itupun juga akan berbeda–beda. Menurut jaringan komunikasi formal, pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan, pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah (Downward communication), dari bawah ke atas (Upward communication) atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal (Horizontal communication) (Arni Muhammad, 2015: 102 – 108).
“Arus informasi ke bawah digunakan oleh para manajer untuk menyampaikan berbagai jenis pesan komunikasi” (Katz dan Khan, 1978; Gibson Hodgetts, 1991). Komunikasi vertikal cenderung menjadi dua arah–tidak hanya satu arah seperti aliran klasik. Komunikasi horizontal atau komunikasi mendatar (lateral communication) berlangsung diantara para pejabat dari devisi yang berbeda, namun setingkat dalam struktur hierarkis. Dalam praktik, komunikasi horizontal kurang mendapat perhatian, bila dibandingkan dengan komunikasi ke atas apalagi komunikasi ke bawah, padahal kedudukan komunikasi horizontal kini semakin penting. Menurut temuan Phillip V. Lewis (1976: 68) “komunikasi horizontal dalam praktik adalah sebanyak 67% dari seluruh komunikasi organisasi” (Andre Hardjana, 2016: 145 – 152).
Mencoba menarik benang merah dari kedua buku diatas, dapat dikatakan bahwa pada kegiatan organisasi pastinya tak luput dari aktivitas komunikasi yang terjaring didalamnya. Kegiatan komunikasi sangat berperan penting untuk menunjang kinerja pejabat serta karyawan perusahaan khususnya PT BCA Tbk, maka terdapat struktur organisasi yang menjadi acuan dalam menerapkan arus komunikasi organisasi. Pada struktur tersebut sudah tergambar pembagian departemen atau divisi, posisi, jabatan, fungsi serta pembagian kerja, pada semua elemen organisasi ini yang saling membutuhkan satu sama lain. Bentuk arus komunikasi yang diterapkan antara atasan dengan bawahan dan bawahan dengan atasan adalah komunikasi vertikal, sedangkan arus komunikasi antar departemen dan sesama jabatannya adalah komunikasi horizontal. Kedua arus komunikasi mempunyai jenis, fungsi, kedudukan, serta metode masing-masing untuk mensukseskan komunikasi dalam organisasi.
Menurut Lewis (1987) “komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan”. Arus komunikasi daripada atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor keterbukaan, kurangnya sifat terbuka diantara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan (Arni Muhammad, 2015: 108 – 110).
Banyak perusahaan merancang kebijakan keterbukaan, namun tidak berarti bahwa komunikasi ke atas bebas dari berbagai hambatan. Valorie McClelland (1988) dalam laporan penelitian berjudul ‘Upward commu-nication: Is Someone Listening’ “menemukan tiga hambatan salah satunya adalah takut balasan, pengalaman karyawan menunjukan bahwa hadiah umumnya diberikan kepada mereka yang mendukung keputusan para manajer. Karyawan menjadi takut menyuarakan pikiran atau berbeda pendapat dengan atasan.” Bawahan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang kepentingan, makna, dan arti dari pesan–pesan komunikasi (Andre Hardjana, 2016: 147 – 150).
Keterbukaan komunikasi dalam organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sifat kepercayaan satu sama lain pada seluruh elemen organisasi terutama kepercayaan pimpinan ke karyawan. Sifat kepercayaan ini bisa muncul pada saat proses pengiriman pesan ataupun penerimaan pesan dari atasan ke bawahan atau dari bawahan ke atasan atau setingkat. Kepercayaan juga harus menuju pada isi pesan yang disampaikan. Isi pesan dapat berupa lisan dan tulisan. Contoh pesan berupa tulisan yaitu surat–menyurat, hasil notulen pada rapat atau kegiatan pertemuan lainnya, selain itu memo, bukti pekerjaan yang dituangkan dalam tulisan, alat media periklanan produk perusahaan seperti brosur, leaflet dan lain sebagainya, serta dokumen–dokumen penting lainnya. Isi pesan dalam bentuk lisan, seperti melakukan seminar, rapat, presentasi pekerjaan, komunikasi lewat telepon dan lain sebagainya.
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang mengunakan alat–alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, manual, yang mahal–mahal, buklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan (Arni Muhammad, 2015: 111).
Persepsi dipengaruhi oleh cara karyawan atau atasan berbicara tentang orang, benda–benda, dan peristiwa–peristiwa. Namun kepercayaan karyawan atau pimpinan, apa yang dipercayai, mengubah persepsi karyawan dan pimpinan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Kepercayaan sangat penting diterapkan dalam segala kegiatan organisasi, tak terbayangkan jika dalam sebuah organisasi tidak ada kepercayaan maka perusahaan tidak akan berdiri lama. Selain sifat kepercayaan, dalam memperoleh keterbukaan komunikasi organisasi adalah sifat kejujuran. Kejujuran dalam menyampaikan laporan pekerjaan sesuai dengan kenyataan, tidak dibuat–buat dan apa adanya. Seperti halnya pemimpin perusahaan melaporkan hasil kinerja perusahaan yang tidak memenuhi target perusahaan kepada karyawannya secara jujur.
Timming atau ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektivitasnya (Arni Muhammad, 2015: 112).
Terkait faktor ketepatan waktu. Jadi waktu penyampaian yang tepat juga mempengaruhi arus komunikasi vertikal maupun horizontal. Sebagai komunikator atau sumber pengirim pesan, harus pintar membaca situasi dan kondisi terhadap lawan yang akan menerima pesan, intinya jangan sampai mengganggu pekerjaan pimpinan atau sesama karyawan.
Dalam keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal terdapat tiga hambatan menurut Valorie McClelland salah satunya adalah “penyaringan, karyawan merasa ide dan kepedulian yang disampaikan kepada para penyelia diubah dan disaring sebelum disampaikan pada manajer. Penyaringan informasi dilakukan atas dasar kepentingan pribadi dan jabatan, sehingga pesannya menyimpang” (Andre Hardjana, 2016: 150).
Tetapi dibalik hambatan dalam komunikasi vertikal dan horizontal, keterbukaan komunikasi dalam organisasi juga dipengaruhi oleh penyaringan pesan. Penyaringan yang dimaksud adalah proses memilah pesan dalam kegiatan komunikasi setelah pesan diterima namun sebelum adanya timbal balik. Komunikasi yang berasal dari atasan tidak semuanya dapat diterima oleh bawahan. Hal ini juga dapat menyangkut faktor kepercayaan antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya dan setingkat. Karena kepercayaan akan mempengaruhi proses penyaringan pesan khususnya pada atasan dan bawahan dalam komunikasi organisasi.
Faktor lainnya yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah persamaan persepsi. Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit–unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk ini mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut (Arni Muhammad, 2015: 122).
Pembentukan persepsi berlangsung melalui proses indrawi, seleksi, organisasi, dan penafsiran stimulus. Daya tangkap panca indera manusia memiliki keterbatasan, sehingga hanya mampu memproses sebagian dari stimulus–stimulus yang menerpanya. Sifat selektif dari persepsi membuat pimpinan atau bawahan hanya memfokuskan perhatian pada jumlah stimulus yang sangat terbatas untuk diproses. Seleksi dilakukan atas dasar minat, daya tarik, dan kemanfaatan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Persepsi atau tanggapan merupakan hasil daya tangkap atas pesan–pesan yang sudah diterima kemudian akan menjadi feedback. Seperti halnya karyawan PT BCA Tbk yang menerima informasi dari pimpinan, selanjutnya pimpinan memberikan informasi yang sama kepada karyawan lainnya. Maka hasil dari masing–masing persepsi karyawan akan berbeda. Tugas selanjutnya demi mencapai keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah tugas pimpinan untuk menyamakan persepsi antar karyawannya agar memperoleh satu tujuan organisasi.
Faktor yang mendukung juga diperlukan untuk menyempurnakan keterbukaan komunikasi dalam organisasi khususnya PT BCA Tbk. Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif merupakan hal terpenting bagi karyawan dan pimpinan. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan (Arni Muhammad, 2015: 95).
“Komunikasi kita menggunakan bahasa (verbal) untuk mengungkapkan persepsi kita. Bahasa mestinya dapat seutuhnya mencerminkan dan memaparkan apa yang karyawan dan pimpinan bicarakan” (Haney, 1967). Orang tidak pernah dapat berhenti berkomunikasi. Charles Redding dan George Sanborn (1964) menegaskan bahwa “komunikasi berjalan terus, dikehendaki atau tidak, sebab orang lain terus akan memaknai apa yang dikatakan dan apa yang tidak dikatakan, yang dilakukan atau tidak dilakukan.” Pesan nonverbal mencapai sepuluh kali lipat pesan verbal, ketika karyawan dan pimpinan mencoba mengungkapkan perasaan atau sikapnya terhadap karyawan dan pimpinan lain (Andre Hardjana, 2016: 62 – 63).
Komunikasi yang baik memerlukan kemampuan dalam mengolah suara, hal ini sangat penting karena dengan adanya perbedaan pada volume suara, intonasi suara, serta artikulasi suara, semua pesan yang telah disampaikan menjadi jelas dan tepat pada sasaran. Dalam organisasi apabila seorang karyawan yang sedang berkomunikasi dengan pimpinan, karyawan tersebut harus berbicara lugas, dengan intonasi suara yang baik atau tidak tergesa–gesa, serta dengan volume suara yang tidak terlalu tinggi. Tujuannya yaitu agar lebih sopan dan beretika dalam berkomunikasi dengan pimpinan, begitu pula pimpinan dengan karyawan serta dengan teman setingkat.
Bahasa nonverbal dalam komunikasi organisasi juga diperlukan. Bahasa nonverbal atau yang biasa disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini dapat memperkuat pesan yang berasal dari lisan. Diperkuatnya dengan bahasa tubuh bukan berarti dalam pengirim pesan selalu menggunakan bahasa nonverbal. Pada kegiatan pesan–pesan yang dikirimkan oleh atasan ke bawahan dan sebaliknya atau setingkat, komunikasi nonverbal hanya sebagai pelengkap tidak diutamakan namun menjadi penunjang komunikasi verbal. Seperti kejadian di PT BCA Tbk, karyawan yang ingin bertemu dengan atasannya namun bawahan tersebut hanya melihat atasannya yang sedang sibuk dalam ruangan tersendiri, maka dalam komunikasi nonverbal gerakan tersebut memiliki arti bahwa atasan itu tidak bisa diganggu oleh siapapun terkait hal yang sedang dikerjakannya.
Menurut Smith (Goldhaber, 1986) “komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya” (Arni Muhammad, 2015: 117).
Umpan balik merupakan saluran mekanisme bagaimana sebuah sistem dapat mempertahankan kemapanan kondisi. Informasi tentang keluaran atau proses dalam sistem itu diumpankan kembali sebagai masukan ke dalam sistem, sehingga menghasilkan perubahan dalam proses transformasi dan/atau hasil keluaran di kemudian hari. Contoh: kepercayaan atasan dapat mengangkat motivasi kerja karyawan, sehingga karyawan bekerja lebih produktif, yang membuat kepercayaan atasan lebih besar, dan seterusnya (Andre Hardjana, 2016: 115).
Dalam mendukung keterbukaan komunikasi organisasi vertikal dan horizontal dibutuhkan umpan balik baik dari karyawan ke atasannya atau sebaliknya. Pesan yang dikirim karyawan terhadap pimpinannya merupakan respon dari proses komunikasi. Hal ini dapat berupa pelengkap atau tambahan informasi, serta tindakan–tindakan lain yang menyangkut pesan sebelumnya. Umpan balik penting dalam menunjang proses komunikasi, agar tercapainya tujuan organisasi.
Komunikasi vertikal dan horizontal mempunyai tujuan tertentu, diantaranya adalah saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas–aktivitas. Ide dari banyak karyawan biasanya akan lebih baik dari pada ide satu karyawan. Oleh karena itu dalam komunikasi organisasi sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program hubungan dengan masyarakat, anggota–anggota dari berbagai divisi perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan lakukan oleh divisi terkait program latihan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Membangun kesamaan informasi, para pimpinan sering bertemu untuk menambah dan melengkapi informasi yang dimiliki tentang kebijakan perusahaan. Kesamaan pengertian dan informasi dapat membantu perencanaan dan menghindarkan perselisihan paham tentang tindakan yang harus diambil (Andre Hardjana, 2016: 155).
Pemersatu isi pesan atau kesamaan isi pesan dalam hubungan komunikasi vertikal dan horizontal bersangkutan pada kualitas dalam pengiriman dan penerimaan pesan. Semakin jelas pesan yang dikirim dari atasan ke bawahan atau sebaliknya maka isi pesan akan diterima dengan utuh dan ada kesamaannya. Manfaatnya adalah untuk menyamakan persepsi dalam menentukan tujuan komunikasi. Selain itu apabila semua komunikasi sudah terbuka kemudian seluruh pesan dipilah dan kemudian diambil satu pesan yang dinyatakan sesuai atau benar. Dalam kegiatan PT BCA Tbk saat melakukan rapat pertemuan antar divisi. Ketika didalam rapat diperlukan pendapat para karyawan, maka pendapat masing–masing akan berbeda, dan dari hasilnya pimpinan akan mengambil poin–poin yang dianggap penting. Pada hasilnya tersebut, pimpinan sudah menjalankan tugas untuk menyatukan isi pesan.
Tujuan keterbukaan komunikasi selanjutnya ialah memecahkan masalah yang timbul di antara orang–orang yang berada dalam tingkat yang sama atau berbeda tingkat. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral dari karyawan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Semua komunikasi pasti memiliki tujuan. Tujuan keterbukaan komunikasi dalam organisasi selanjutnya adalah sebagai pemecahan masalah, dalam tujuan ini diharapkan semua kegiatan komunikasi yang dilakukan pada organisasi dapat memecahkan masalah. Dalam masalah di PT BCA Tbk terdapat laporan penjualan perusahaan yang tidak mecapai target. Pimpinan yang pertama menerima pesan tersebut sangat khawatir, pesan itu akhirnya pimpinan bagikan kepada teman setingkatnya atau pimpinan divisi lainnya. Secara langsung semua pimpinan dalam organisasi melakukan keterbukaan komunikasi, maka setelah semua pimpinan mengetahui masalahnya kemudian saatnya menyampaikan pesan tersebut kepada seluruh karyawan. Dengan merundingkan dengan semua warga perusahaan maka tujuannya untuk mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi atau disebut sebagai pemecahan masalah.
Banyak konflik muncul karena salah persepsi dan salah pengertian. Pertemuan pemimpin antar divisi dapat mengurangi garis demarkasi atau pengkotak–kotakan karyawan, menciptakan saling pengertian dan menghindarkan konflik karena salah informasi. Konflik antar unit dan divisi, misalnya tentang anggaran, dapat diatasi dengan negosiasi antar pimpinan setingkat lewat kesepakatan skala prioritas (Andre Hardjana, 2016: 154).
Dibalik pemecahan masalah terdapat tujuan komunikasi vertikal dan horizontal lainnya yaitu menyelesaikan konflik. Ketika dalam komunikasi antar divisi terdapat perbedaan isi pesan yang diterima dari pimpinan, maka langkah berikutnya ialah mencari perbedaan tersebut dengan seksama. Jika sudah nememukannya titik perbedaannya maka artinya konflik sudah diselesaikan.
Dalam komunikasi organisasi tidaklah baik jika terlalu terbuka atau terlalu tertutup dalam memberikan dan menerima informasi, tetapi perlu menyesuaikan dengan tingkat keterbukaan sistem terhadap lingkungan dalam memberikan respon terhadap suatu situasi dengan hati–hati (Arni Muhammad, 2015: 52).
Dalam sistem komunikasi organisasi yang terbuka, pembentukan jaringan hubungan dipengaruhi oleh sikap, keterampilan, dan semangat (morale) dan kepuasan antar anggota. Komunikasi organisasi sebagai proses pertukaran pesan antar para anggota organisasi berlangsung sebagai ‘aliran arus’ sungai yang tak pernah henti (flux) dan terkait dengan perilaku dan kegiatan–kegiatan organisasi. sebuah sistem komunikasi organisasi dibangun dan diperlihara dengan cermat oleh pimpinan organisasi, karena diasumsikan mempunyai dampak positif pada efisiensi dan efektivitas kerja organisasi (Andre Hardjana, 2016: 46 – 177).
Komunikasi dalam organisasi merupakan cara jitu untuk mencapai tujuan perusahaan. Pelaku organisasi adalah pimpinan dan seluruh karyawan yang terdapat didalam perusahaan. Semua yang masuk dalam organisasi artinya sepakat untuk mencapai tujuan bersama tanpa terkecuali. Maka dengan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi diharapkan terciptanya komunikasi yang efektif dan efisien.
Kesimpulan
Dalam komunikasi organisasi didalamnya melibatkan hubungan vertikal dan horizontal. Demi terciptanya hubungan yang harmonis dan hubungan erat dalam organisasi. Dalam hal ini komunikasi organisasi memerlukan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal.
Keterbukaan komunikasi dianggap penting karena memiliki banyak manfaat untuk menuju visi dan misi organisasi yang telah diciptakan bersama. Keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam kegiatan apapun harus didampingi dengan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kejadian komunikasi tersebut. Selain itu kerjasama dalam organisasi juga diperlukan, karena di dalam komunikasi akan menimbulkan keikutsertaan atau partisipasi antarpersonal, partisipasi ini kemudian akan melahirkan kerjasama.
Selanjutnya faktor paling penting yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan, keterbukaan komunikasi dalam organisasi tidak akan berjalan dengan baik atau memiliki banyak distorsi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam komunikasi organisasi timbul kebutuhan karyawan yang melibatkan kebutuhan organisasi. Maka bisa dikatakan bahwa satu sama lain saling membutuhkan. Terkait hal tersebut keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal menunjang seluruh pekerjaan atau tugas dan fungsi dalam organisasi.
Saran
- Setiap individu dalam organisasi diharapkan memiliki sifat aktif, karena terjadinya komunikasi diawali dengan sifat proaktif. Apabila tidak memiliki sifat proaktif maka komunikasi menjadi pasif atau bahkan tidak terjadi komunikasi.
- Menjaga dan menciptakan sistem komunikasi yang efektif dan efisien dalam organisasi dengan berpatokan pada tujuan organisasi.
- Menjaga hubungan erat serta harmonis dalam organisasi sangat penting, selain itu faktor ketergantungan menunjukan adanya kebutuhan sosial antar pimpinan dengan para karyawannya, hal ini demi pencapaian tujuan organisasi.
Daftar Pustaka
Muhammad, Arni. 2015. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hardjana, Andre. 2016. Komunikasi Organisasi: Strategi dan Kompetensi. Jakarta: Buku Kompas.