Selain itu, penting juga untuk memahami cara publikasi karya ilmiah, baik dalam bentuk buku karya ilmiah maupun artikel karya ilmiah. Semua elemen ini bersama-sama membantu peneliti dan penulis mencapai standar tertinggi dalam dunia akademik.
Komunikasi yang digunakan dalam keseharian memiliki dampak positif dan negatif yang dapat membentuk pribadi setiap manusia, dalam hal ini adalah siswa Sekolah Dasar. Bullying adalah kekerasan verbal yang memiliki dampak besar dalam jangka waktu yang panjang bagi siswa. Mental yang tertekan akan berdampak secara psikologis dan mempengaruhi pola pikir serta tingkah laku. Karakteristik fisik dan perilaku sering dijadikan bahan bullying antar siswa karena merupakan pengamatan dini yang mudah disimpulkan oleh anak-anak Sekolah Dasar, misalnya siswa yang bertubuh gemuk atau siswa laki-laki yang berperilaku feminim. Tindakan ringan antar siswa seperti mengejek kekurangan teman, memukul, mendorong merupakan awal dari tindakan bully di sekolah dan dilakukan berulang. Tidak jarang tindakan ringan tersebut dapat berakibat fatal karena siswa menanggapi ejekan dengan tindakan agresif. Bullying merupakan masalah atau problem sosial yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah dan orang tua.
Di lingkungan sekolah siswa mendengarkan, mengamati dan menginterpretasikan pesan yang diterima. Pengalaman pribadi ini bersifat subjektif dan berpengaruh besar pada kepribadian siswa. Umpan balik dari pesan verbal yang dilontarkan siswa ditanggapi spontanitas oleh siswa lainnya. Perilaku komunikasi yang mengadopsi kekerasan verbal dapat mempengaruhi konsep diri dan penghargaan diri. Keinginan menjadi superior atau yang paling unggul diantara teman sebaya menimbulkan kepercayaan diri yang berlebihan sehingga merasa berkuasa untuk menyudutkan. Dilain pihak siswa dengan kepercayaan diri yang rendah menanggapi tindakan dengan sikap apatis, pasrah dan merasa tidak mampu. Tekanan psikis yang dialami dapat membuat perubahan perilaku siswa di lingkungan sekolah dan di rumah.
Lingkungan sekolah merupakan tempat interaksi yang dapat dijadikan contoh oleh anak-anak sehingga terbentuk karakter yang unggul secara mental dan intelektual. Lingkungan yang baik akan merepresentasikan citra atau gambaran dari rasa nyaman dan aman sehingga anak-anak dapat mengembangkan diri, mengekspresikan diri secara positif serta memiliki sikap saling menghargai, empati dan saling menyayangi.
Isi
Gaya komunikasi dapat mempengaruhi penerimaan informasi dalam dua cara; pertama tergantung pada kebiasaan dan kesukaan kita, kita pilih lanjutkan atau justru kita hindarkan secara aktif dalam soal kesempatan untuk berurusan dengan orang lain, kedua pengaruh tidak langsung oleh gaya komunikasi kita kepada penerimaan informasi, berkaitan dengan cara dimana kita menampilkan diri kepada orang lain. Banyak dari kecenderungan penerimaan informasi berkembang sebagai hasil dari pengalaman. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 119).
Baca juga: Cara Menurunkan Plagiasi Karil UT
Max Wertheimer membangun teori gestalt dari temuannya yang terkenal, phy phenomenon bahwa pengalaman baru, sesudah diterima indera tidak dipersepsi apa adanya, tetapi digabung lebih dulu dengan pengalaman lama. Daya tahan setiap orang menghadapi tekanan lingkungan berbeda-beda, psikologi kepribadian mengukur dan memprediksi dampak lingkungan terhadap tingkah laku. (Alwisol, 2014: 5-9). Anak yang dilarang melakukan aktivitas, akan kehilangan kemampuan menstimuli diri yang cukup. Energi independen dari ego terhambat dan ego tidak dapat berkembang melalui ekspresi kegiatan bebas. Dampaknya adalah kecemasan, malu, ragu dan hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efikasi diri. (Alwisol, 2014: 118).
Tingkat Sekolah Dasar merupakan tingkat peralihan bagi anak-anak, jika sebelumnya anak sangat bergantung kepada orang tua khususnya Ibu, pada tingkat ini anak-anak dituntut untuk lebih mandiri, belajar untuk menerapkan problem solving atau penyelesaian masalah dengan caranya sendiri. Keinginan dasar untuk mengembangkan diri dan mengikuti kata hati pada anak perlu pengarahan, pengetahuan dan pemahaman dalam mengatasi masalah, hal ini akan berdampak positif pada cara dan perilaku yang diekspresikan. Persepsi anak terhadap diri sendiri dan orang lain, dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat kemudian anak merefleksikan diri dari pengalaman yang didapat.
Karakteristik siswa Sekolah Dasar seperti kekanak-kanakkan, senang dipuji, ingin tahu tentang banyak hal, ingin terlihat lebih unggul, manja, melawan, dan aktif merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang bersifat abstrak sedangkan karakteristrik yang berasal dari luar diri seperti fisik, ukuran dan bentuk tubuh adalah hal yang paling mudah diberi makna oleh anak-anak. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi yaitu pola didik orang tua terhadap anak. Misalnya anak tunggal, orang tua yang memanjakan anak secara psikologis akan memiliki keinginan yang sulit dibendung karena terbiasa dituruti kehendaknya. Sedangkan anak yang di didik dengan “keras” akan memiliki sifat yang pemarah, mudah tersinggung dan lain-lain. Kebiasaan dan kesukaan anak berkembang sebagai hasil dari pengalaman. Perbedaan pola asuh ini akan mempengaruhi psikologi anak serta hubungan anak dengan teman sebayanya.
Pada perkembangannya komunikasi verbal di sekolah dapat membangun indentitas siswa. Aktivitas dan kreativitas siswa mendorong kerjasama dalam pengambilan keputusan dan menghindari sikap dominasi dalam lingkungan sekolah.
Komunikasi interpersonal dalam hubungan juga dibentuk oleh distribusi kekuasaan. Ada banyak situasi yang sama dimana asimetrik atau ketidakseimbangan kekuasaan mempengaruhi komunikasi interpersonal. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 291).
—Baca juga: 13 Situs Tempat Mencari Referensi Karil—
Kebutuhan kekuatan, keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, memuja kekuatan dan melecehkan kelemahan, biasanya dikombinasikan dengan kebutuhan prestis dan kepemilikan yang berwujud sebagai kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak perasaan lemah atau bodoh. (Alwisol, 2014: 136).
Pelaku bullying pada anak Sekolah Dasar menganggap tindakan yang dilakukan sebagai bentuk show off dari power yang dimiliki, pandangan citra diri ini membentuk konsep diri yang mengarah kepada pemikiran dan perilaku tertentu. Umumnya pelaku bullying mempunyai latar belakang seperti emosi yang tidak terkendali, mudah putus asa, dominan dan sering menunjukkan kekerasan dalam kesehariannya. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap perilaku anak, penghinaan, kekerasan fisik, meneriaki anak dapat mendorong anak berperilaku yang sama.
Penerimaan sosial dan penolakan dalam lingkungan sekolah “menjerumuskan” anak kepada sikap tertentu. Misalnya anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan mudah bergaul dengan teman sebayanya, dilain pihak anak yang merasa memiliki kekurangan seperti gemuk atau pendek akan menarik diri dari lingkungan karena merasa minder. Sikap menarik diri inilah yang menyebabkan anak mudah untuk di bully. Tekanan yang dihadapi akan disikapi berbeda-beda oleh setiap anak, ada yang menanggapi dengan santai tetapi tidak sedikit yang berdampak besar terhadap tingkah laku. Bullying merupakan tindakan yang sering terjadi disetiap tingkatan sekolah, perlunya kesadaran bahaya bullying membutuhkan peran serta pihak sekolah. Tindakan mengantisipasi dapat dilakukan dengan kerjasama antara sekolah dan orang tua. Dengan menjalin komunikasi yang baik akan menyatukan dan memberikan pengertian untuk menghargai perbedaan serta mendorong siswa untuk memahami diri sendiri. Identitas diri di lingkungan sosial mempengaruhi perilaku secara konsisten baik dalam bentuk komunikasi verbal dan non verbal.
Komunikasi manusia beroperasi dalam berbagai konteks dan berbagai tingkatan. Ia bagaikan peredaran darah dalam tubuh, bagi individu, bagi hubungan, bagi kelompok, organisasi dan masyarakat dan padanya ada interaksi antarkonteks dan antartingkat. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 100).
Dampak dari bullying adalah kecemasan, malu, ragu dan hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efiksi diri. (Alwisol, 2014: 118).
Reaksi terhadap aksi bullying menghasilkan interaksi yang cenderung agresif. Tidak sedikit peristiwa kekerasan verbal tersebut berujung pada hilangnya nyawa, tindakan ini memiliki konsekuensi jangka panjang dan masa depan siswa akan terancam. Tindakan bullying terjadi minimal melibatkan dua orang yang berada pada situasi aksi dan reaksi, pelaku akan memilih korban yang dianggap lemah dalam memberikan tanggapan dan terus mengulangi perbuatannya. Sedangkan bagi korban akan mengalami perubahan sikap seperti takut untuk ke sekolah, suka menyendiri, menjadi pendiam dan sering menangis. Perilaku tertutup ini menyulitkan orang tua dan guru untuk membantu memulihkan kepribadiannya. Self efficacy atau efiksi diri adalah kepercayaan atau keyakinan individu atas kemampuan dirinya sendiri. Perspektif yang ditinggalkan pelaku dalam benak korban dapat disalah artikan sebagai tindakan balasan atas perlakuan yang pernah dialami.
Menyaksikan bullying di sekolah tanpa memiliki kemampuan untuk membantu teman yang menjadi korban akan meninggalkan rasa ketakutan dan perasaan bersalah. Tekanan psikis ini sama membebankannya dengan menjadi korban. Kecenderungan menjauhi kerumunan teman sebaya menjadi tanda gangguan psikologis siswa, integritas kepribadian dan kemampuan intelektual siswa akan terhambat. Kebutuhan untuk dipahami dan beraktivitas di lingkungan sekolah perlu ditunjang oleh rasa aman dan terlindungi dalam mengekspresikan diri.
Gaya interpersonal juga memainkan peran penting dalam membentuk pola komunikasi yang muncul dalam hubungan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 290).
Menurut Horney, bahwa manusia kalau mendapat lingkungan yang disiplin dan hangat akan mengembangkan perasaan aman dan percaya diri serta kecenderungan untuk bergerak menuju realisasi diri. Celakanya pengaruh negative pada awal perkembangan sering merusak kecenderungan alami menuju realisasi diri. (Alwisol, 2014: 138).
Hubungan interpersonal antara anak dan orang tua dapat mengembangkan harapan yang mempengaruhi perbuatan dan tindakan, komunikasi verbal tersebut membuat penyimpulan peranan anak di lingkungan sehingga dalam berinteraksi anak meletakkan dirinya masing-masing kedalam diri pihak lainnya, hal inilah yang menumbuhkan sifat empati pada diri anak.
Hubungan di lingkungan sekolah juga dikembangkan oleh komunikasi interpersonal, hubungan timbal balik dan tindakan. Pengalaman interpersonal yang bertentangan diartikan sebagai bentuk ancaman maka timbul upaya pencegahan seperti melawan atau membalas, ini merupakan bentuk pertahanan diri terkait prinsip aktualisasi diri. Kemampuan untuk menghindari perlakuan yang bertentangan dapat mempengaruhi pelaku bullying dalam bertindak. Gambaran yang ada dalam benak siswa, berkembang disetiap masanya dan bersifat kompleks. Perhatian yang intens dari guru dapat mencegah perilaku negatif sedini mungkin sehingga siswa dapat berfikir dan memahami hubungan dengan lingkungan dan sesama.
Situasi yang kondusif di sekolah dapat membantu mengatasi kesendirian dan perasaan terisolasi sehingga siswa dapat merealisasikan diri di lingkungan. Pihak sekolah sebagai orang tua asuh bagi anak dalam dunia pendidikan memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberikan edukasi. Keperdulian guru dibutuhkan untuk memahami, mencegah dan mengatasi bullying sehingga kekerasan verbal ini tidak terus “menjamur” dan merusak mental dan kepribadian siswa. Kegiatan sekolah yang membangun kedekatan dan kerjasama antar siswa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan. Misalnya pada hari tertentu sekolah dapat mengadakan kegiatan senam bersama atau kegiatan kerja bakti. Saling mengenal dengan baik dapat menumbuhkan rasa saling menyayangi. Adaptasi antar siswa di lingkungan sekolah merupakan hal mendasar yang perlu dipahami setiap warga sekolah. Adaptasi yang baik dapat memelihara komunikasi dan mencegah perilaku mendominasi dan mengendalikan orang lain.
Karakteristik lainnya terkait komunikasi manusia adalah kemampuan kita untuk merefleksikan diri karena kapasitas penggunaan simbol, kita dapat berefleksi diri dan bertindak untuk menetapkan tujuan dan prioritas untuk meraih harapan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 101).
Masyarakat dapat mendorong atau merintangi aktualisasi diri. Sekolah misalnya, dapat mendorong siswanya mengejar aktualisasi diri dengan memberi siswa kepuasan perasaan aman, kebersamaan dan esteem. (Alwisol, 2014: 209).
Komunikasi tatap muka (face to face communication) antara guru dan siswa, menciptakan komunikasi yang efektif, memberikan peluang untuk mempengaruhi sehingga upaya pencegahan yang dilakukan dapat direspon positif. Interaksi verbal ini dapat mengubah perilaku sesuai yang diharapkan. Pemahaman bahaya bullying pada anak juga dapat dilakukan melalui kegiatan sekolah lainnya seperti mengadakan pentas seni drama. Kegiatan ini memberikan hiburan, keberanian untuk tampil didepan khalayak sekaligus edukasi kepada para siswa. Pentas seni drama di sekolah juga diartikan sebagai bentuk aplikasi dari kreativitas siswa. Dengan menampilkan tokoh pelaku, korban dan saksi akan merangsang pola pikir anak tentang perilaku negatif. Tokoh pelaku sebagai figure antagonis dapat menciptakan imajinasi siswa tentang perilaku dan tindakan yang tidak disukai oleh orang lain. Tokoh korban yang diperankan siswa dapat membangun semangat dan memperbaiki mental siswa bahwa menjadi korban bullying dapat diatasi dengan membangun dan mengubah hubungan dengan lingkungan. Sedangkan tokoh saksi, dapat memahami tindakan apa yang perlu dilakukan jika melihat teman yang menjadi pelaku maupun korban bullying, misalnya dengan melaporkan kejadian kepada guru.
Kegiatan ini juga melibatkan orang tua, sehingga dapat membantu mengintervensi perilaku anak tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan lainnya. Perhatian yang intens dari orang tua dan guru akan merubah persepsi anak tentang power yang ada dalam diri mereka. Pentas seni drama yang dilakukan di sekolah akan meninggalkan “bekas” dalam ingatan siswa. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan sehingga mereka dapat intropeksi diri atas perilaku dan tindakan yang mereka lakukan.
Beraksi, bereaksi dan berinteraksi adalah kegiatan yang paling mendasar dalam komunikasi manusia. Tiga hal ini sangat penting untuk fungsi dasar seperti navigasi dan hubungan orangtua-anak yang sama pentingnya untuk interpretasi, perkembangan kognitif, pengembangan diri, ekspresi diri dan refleksi diri atau renungan diri. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 235).
Dalam persuasi sosial, efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan bersifat realistik dari apa yang dipersuasikan. (Alwisol, 2014: 289).
Orang tua yang mendapati anaknya sebagai pelaku bullying tentunya khawatir dengan persepsi dari lingkungan. Julukan yang diberikan seperti anak nakal cenderung permanen atau menetap dalam diri anak. Cara menyikapi hal ini juga berpengaruh kepada mental anak. Jika orang tua menindaklanjuti dengan memberikan sanksi, maka anak akan belajar memberikan sanksi kepada teman mereka yang dianggap tidak sependapat. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan suasana hangat, bersahabat, tidak menyalahkan, memberi dukungan, memberi pengertian dan perhatian yang lebih kepada anak sehingga anak akan mengurangi perilaku agresif dengan sendirinya. Menjadi teman diskusi bagi anak dapat menghindari lonjakan emosional dan anak terbiasa sharing dengan orang tua berbagi cerita untuk menemukan strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di sekolah.
Bullying tidak mudah untuk dihilangkan, proses penyesuaian diri, pandangan dan perasaan tentang diri sendiri atau konsep diri (self concept) akan menentukan batasan siswa dalam bertindak. Membantu anak mengatasi problem perilaku adalah tanggung jawab bersama orang tua dan guru. Komunikasi tatap muka memungkinkan siswa memberikan feedback atau umpan balik secara langsung. Tidak mudah menghilangkan bullying di sekolah tetapi dengan tindakan konsisten dari guru dapat memperkecil persentase bullying di sekolah. Siswa yang menjalani kehidupan secara sehat, memiliki motivasi yang besar mencapai masa depan serta memiliki persepsi yang cermat akan lebih fleksibel menghadapi pengalaman dan berani untuk terus mengaktualisasikan diri di lingkungan.
Pola komunikasi berkembang dalam suatu hubungan, hubungan siswa Sekolah Dasar dengan teman sebaya dan guru merupakan hubungan jangka panjang karena akan berlangsung selama enam tahun masa pendidikan. Waktu yang relatif lama ini akan mempengaruhi pola hubungan warga sekolah. Sikap awal bertemu dan berinteraksi akan berubah melalui serangkaian tahapan seiring kedekatan yang terjalin akan mempengaruhi komunikasi dalam hubungan.
Kesimpulan
Bullying merupakan perilaku dalam bentuk kekerasan verbal yang menjurus ketindak kekerasan non verbal. Pihak-pihak terkait dalam perilaku ini seperti pelaku, korban dan saksi menjadi individu yang perlu perhatian khusus dari guru dan orang tua. Pemahaman atas perilaku ini menjadi acuan untuk siswa menghadapi perilaku yang dihadapi, bagi guru dan orang tua hal ini menjadi dasar dalam mengantisipasi atau mencegah perilaku bullying. Mengenali dan menerima perlakuan yang pantas di lingkungan dapat mengisi pengalaman dan menjadi bimbingan bagi siswa untuk melangkah dalam bersikap positif dan mengaplikasikan aktualisasi diri.
Aktualisasi diri dari pengalaman subjektif dapat membantu siswa untuk menyerap seluruh pengalaman dan mengekspresikan diri secara baik. Semua siswa mengharapkan kehangatan dan penerimaan dari lingkungan agar dapat membuat pilihan yang bermakna dalam kehidupan.
Pada perkembangannya peserta didik atau siswa sekolah akan mengalami perubahan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Di dalam diri siswa terdapat potensi-potensi untuk tumbuh mandiri dan kreatif, hal ini terkait harga diri (self esteem) yang ingin ditonjolkan, semakin berkembang siswa maka akan lebih mampu mengatasi lingkungannya. Memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan dapat membantu menjaga emosi dan perubahan perilaku kepribadian.
Guru dan orang tua memiliki peran besar dalam perkembangan siswa untuk memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan merancang masa depan sehingga mampu untuk mempelajari, memperhatikan dan bersosialisasi dengan baik di lingkungan.
Saran
Perlunya edukasi kepada siswa dalam bentuk komunikasi verbal face to face dan dalam bentuk kegiatan penunjang lainnya. Respon guru dan orang tua pada perilaku bullying dapat memfasilitasi perkembangan anak dalam bertindak. Siswa perlu belajar memahami tanggung jawab sosial untuk segera bertindak jika melihat atau mengalami perilaku bullying. Komunikasi dapat mendekatkan sikap siswa dengan sikap lainnya dan juga bisa menjauhkannya. Memotivasi dan memahami kebutuhan siswa seperti kebutuhan rasa aman di lingkungan dapat menjadikan siswa yang berprestasi dan maju.
Pengalaman adalah pengaruh besar terhadap cara siswa memilih dan menafsirkan. Melalui komunikasi verbal, perilaku dan tindakan yang positif menghasilkan siswa yang berpotensi di lingkungan sekolah dan lingkungan sosial lainnya.
Daftar Pustaka
Alwisol, 2014. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.
Ruben D. Brent, Stewart P. Lea, 2014. Komunikasi dan Perilaku Manusia.