Oleh
WHISNU WARDHANA SURATMAN – 041675713
FKIP – Teknologi Pendidikan
UNIVERSITAS TERBUKA 2020.2
Surel: mail.whisnuws@gmail.com
Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di tetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara Indonesia. Seperti yang kita semua ketahui bahwa dasar adalah suatu penopang yang haruslah kuat untuk menampung hal-hal yang berada di atasnya, ibaratkan sebuah gedung yang besar maka memerlukan dasar yang kuat, landasan atau dasar itu harus kuat dan kokoh agar gedung yang berdiri di atasnya akan tegak sentosa untuk selama-lamanya. Yang dimaksud Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
- Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
- Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
- Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
- Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
- Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah penting pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198-199)
Pancasila
Pancasila adalah pandangan hidup bagi bangsa Indonesia yang asas-asasnya wajib diamalkan agar tercipta kehidupan yang aman dan tentram serta selaras dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila sendiri berasal dari dua kata dari bahasa Sansekerta, yaitu panca yang berarti lima dan sila berarti asas.
Sampai saat ini, hanya satu dokumen sejarah yang ditemukan yang mengungkapkan kata Pancasila di dalamnya yang menjadi sejarah Pancasila. Dalam Kitab Sutasoma dijelaskan bahwa Pancasila sebagai kata kerja, yakni pelaksanaan norma kesusilaan yang terdiri dari lima poin. Kelima poin tersebut meliputi: dilarang melakukan kekerasan, dilarabf mencuri, dilarang mendengki, dilarang berbohong, dan dilarang meminun minuman keras.
Di dalam Kitab Sutasoma juga dituliskan kata yang menjadi inspirasi persatuan segenap bangsa “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Magrwa”. Sumpah Palapa pun juga ditulis sebagai cerita tentang sejarah bersatunya nusantara untuk pertama kalinya oleh Mahapatih Gajah Mada.
Semakin berkembangnya zaman, istilah Pancasila muncul dalam pidato-pidato tokoh besar yang berjuang demi Bangsa Indonesia, seperti Soekarno dan H.O.S Cokroaminoto. Namun beberapa literatur yang ada tidak mendukung bahwa istilah Pancasila ditemukan oleh Soekarno. Akan tetapi Soekarno lah yang berpendapat paling lantang untuk menyuarakan Pancasila hingga Pancasila dikenal seperti sekarang ini.
Daoed Joesoef dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan menyatakan bahwa Pancasila adalah gagasan vital yang berasal dari kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar diramu dari sistem nilai bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila memiliki metode tertentu dalam memandang, memegang kriteria tertentu dalam menilai sehingga menuntunnya untuk membuat pertimbangan (judgement) tertentu tentang gejala, ramalan, dan anjuran tertentu mengenai langkah-langkah praktikal (Joesoef, 1987: 1, 15).
Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari pembukaan secara jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Kaelan, 2000: 91-92).
Dasar Filosofis Pancasila
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah-pisah, dan memiliki makna sendiri-sendiri melainkan memiliki esensi makna yang utuh. Sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia. Pancasila mengandung makna bahwa setiap aspek kebangsaan, kemasyarakatan, serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Selain itu nilai pancasila bersifat subyektif dan obyektif.
- Nilai obyektif pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut
- Rumusan sila-sila pancasila bersifat umum, universal dan abstrak
- Inti nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa
- Pancasila yang terkandung didalam pembukaan UUD 1945 telah memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental bagi Negara
- Nilai subyektif pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut
- Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sendiri
- Pancasila diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, keadilan, kebijakan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Nilai-nilai pancasila mengandung 7 nilai kerohanian yaitu : Kebenaran, kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, etis, estetis, religious
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan, dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan.
Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Read more... / Baca selengkapnya...
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Hal ini di karenakan Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Makna Nilai Setiap Sila di Pancasila
Lima sila dalam Pancasila menunjukan ide-ide fundamental tentang manusia dan seluruh realitas, yang diyakini kebenaranya oleh bangsa Indonesia dan bersumber pada watak dan kebudayaan Indonesia dan melandasi berdirinya negara Indonesia (Kaelan, 1996: 92). Berikut ini uraian tentang penegerttian dari masing-masing sila Pancasila.
- Sila Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa.
Makna inti yang terdapat pada sila pertama adalah Tuhan yang merupakan bentuk dasar dari keTuhanan. Tuhan adalah pencipta seluruh alam semesta. Yang Maha Esa berarti maha tunggal, tidak ada sekutu dan tidak dapat di kesekutukan. Tuhan bagi bangsa dan negara Indonesia adalah suatu keyakinan yang benar dan teruji dan dapat dibuktikan dengan kaidah-kaidah logika. Karena keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
- Sila Kedua: Kemanusian yang Adil dan Beradab
Inti pokok sila kedua Kemanusian yang Adil dan Beradab adalah manusia yang merupakan bentuk kata dasar dari kemanusian. Menurut Omar Mohammad Al – Toumi Al – Syaibany, pengertian manusia adalah makhluk yang mulia. Masuia merupakan makhluk yang mampu berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan, ruh, dan kemampuan berpikir / akal). Kemanusian berarti hakikat dan dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabatnya. Adil berarati wajar yakni sepadan dan seimbang antara hak dan kewajiaban. Keputusan dan tindakan yang di ambil berdasarkan objektivitas, bukan berdasarkan subjektivitas perasaan dan emosional semata. Beradab adalah sikap hidup yang berdasarkan nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan dan kesusilaan.
Sila kedua ini memiliki makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri maupun sesama manusia lainnya.
- Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata utuh, tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam yang menjadi keutuhan, yang dalam dinamika Indonesia adalah persatuan wilayah, bangsa dan negara Indonesia. Persatuan Indonesia mencangkup persatuan dalam arti ideologi, politik, sosial dan budaya serta kemanan.
Hal ini sesuai dengan isi Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia…”
- Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu kelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu tanpa membedakan tugas dan profesi. Sila keempat berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan menandakan bahwa Indonesia menganut demokrasi. Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusankeputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: ”maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ”
- Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialisme atau komunisme karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Tidak boleh terjadi hanya mementingkan masyarakat (sosialisme), ataupun sebaliknya tidak boleh terjadi liberalistik yang hanya mementingkan pribadi.
Hal ini juga mencangkup perngertian adil dan makmur yang dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia dengan berdasarkan asas kekeluargaan, sebab keadilan yang di jiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
DAFTAR PUSTAKA
Laisyo, d.k.k, 2019, Pancasila. Tanggerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka
____________, 2016, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Tanireja, T., dkk, 2014, Kedudukan dan Fungsi Pancasila bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Purwokerto: Alfabeta Bandung
Joesoef, Daud, 2004, Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan. Yoyakarta: Warta Penelitian – Universitas Gadjah Mada
***
Tugas.3
Saudara mahasiswa,
Kerjakan TUGAS 3 tuton secara individu. Mohon tidak men-copy paste pekerjaan teman. Jawaban TUGAS3 diunggah dengan format Word doc atau docx.
Kompetensi yang hendaknya Anda capai dari TUGAS 3 ini adalah Anda mampu menulis artikel + 5 halaman.
Prosedur penulisan artikel:
- Tentukan judul artikel
- Artikel dapat ditulis berdasarkan hasil pengamatan terhadap suatu peristiwa/fenomena, kemudian kaitkan dengan teori, hasil penelitian/kajian, atau kebijakan dari sumber/referensi sebagai rujukan, atau
- Artikel dapat ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan seseorang atau sekelompok orang, yang membahas fenomena/peristiwa tertentu kemudian dikaitkan dengan teori, hasil penelitian/kajian, atau kebijakan dari sumber/referensi sebagai rujukan
- Di dalam artikel ceritakan cara atau metode tentang bagaimana Anda mengumpulkan informasi maupun mengkaji teori/hasil penelitian/kebijakan sebagai rujukan
- Pada halaman terakhir cantumkan referensi/sumber data sebagai Daftar Pustaka.
- Tuliskan identitas Anda dalam karya ilmiah/artikel
- Unggah artikel Anda sebagai TUGAS 3, pada fitur TUGAS.
Selamat Bekerja !
***
Artikel ini di buat untuk memenuhi tugas kuliah mata kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bebas di gunakan tanpa izin dari pemilik tulisan. Tapi harap cantumkan link sebagai sumber tulisan.
original Author: Whisnu Wardhana S
Sincerly,
Mahasiswa UT