Mahasiswa UT – Setinggi-tingginya keluhuran budi, itu bukan berperilaku religius (beragama secara ritual syariat/aturan/dogma), melainkan hidup dengan perilaku welas asih, adil, damai dan memanusiakan manusia.
Kalau agamamu nggak mampu membuatmu jadi orang baik (welas asih, adil, damai dan memanusiakan manusia), lalu untuk apa kamu beragama?
‘Membership’ di agama tertentu, bukan kayak ikutan geng motor… Buat modal petentang-petenteng.
INTISARI beragama itu BUKAN terletak pada kebanggaannya, melainkan : bagaimana kita membuktikan bahwa agama kita begitu sakti, sehingga bisa mengubah kita dari manusia bajingan menjadi manusia luhur. Itu.
Sedekahmu, sembahyangmu, bacaan kitab sucimu yang kau tamatkan, dermamu membangun rumah ibadah adalah perilaku BADANIAH/TUBUH FANA yang positif… tapi BELUM TENTU dapat menjadi pertanda kebaikan JIWA.
Ada beda besar antara menjadi umat religius dengan menjadi insan yang berjiwa luhur.
Apalagi kalau cuma sekedar berhenti di pakaian : bangga pake kaos Harley Davidson (misalnyaaa), padahal nggak punya motornya. Boro-boro pernah mempraktekkan touring dengan motor gede itu.
Malu. Beragama sedangkal kostum.
Nana Padmo,
Rabu Pon, 8 Desember 2021, 16:18
***