Mahasiswa UT, Kenapa di Bilang Krisis Paruh Baya? – Kenapa dibilang krisis paruh baya? Kenapa ada kata “krisis”-nya?
Karena sebagian besar orang yang alamin ini sedang berada di simpul mati. Terjebak sama situasi yang gak mereka inginkan lagi. Meskipun 20 tahun lalu sepertinya keputusan tepat karena semua orang melakukannya, sekarang udah enggak. Dibilang krisis karena ada pergolakan/pergumulan batin yang luar biasa antara tanggung jawab atau kebebasan.
Yang banyak duit bisa “menghibur diri” dengan beli motor besar, ngegym buat gedein pectoral karena udah gak mungkin ratain perut. Pakai anting, kaca mata item dan dan menatto bisep tanggungnya dengan tulisan “Ride or Die.” Gak bisa lihat cermin dikit. Tiap kali ngaca, mengatur rambut dan kerah kemeja Polo yang terangkat sambil meyakinkan diri sendiri, “Kayaknya gua masih bisa dapetin mahasiswi dah..”
Mereka-mereka ini tetep bisa having fun tanpa menelantarkan anak istrinya. Disini biasa digeneralisir dengan sebutan “puber kedua.” Konotasinya jelek; “genit,” “caper,” atau “gak sadar umur.”
Yang gak punya duit gak bisa berbuat apa-apa. Mereka terpaksa liat “pemandangan” dan denger rengekan yang sama seumur hidupnya. They’re dead inside. Kerja puluhan tahun untuk membayar tagihan, cicilan, SPP 3 anak, dan kelas Zumba yang sepertinya gagal bikin berat badan istrinya turun.
Tapi gak semua orang masuk dalam kategori di atas. Ada yang mengalami disorientasi jati diri, ada yang menemukannya kembali. Ada yang gelisah, ada juga yang tenang. Ada yang berantakan, ada yang jadi teratur. Ada yang jadi liar, ada yang justru terarah.
Contoh krisis paruh baya paling populer adalah Siddharta (di usia 37) dan Mamat (di usia 40). Kisah mereka bertolak belakang. Ketika mengalaminya, Siddharta justru melucuti semua identitas, kasta, kebangsawanan, meninggalkan istana, meninggalkan gaya hidup aristokrasi, meninggalkan kekerasan, hanya untuk menjadi manusia yang tak terikat (terbebaskan). Sedangkan Mamat mengangkat dirinya sebagai utusan tuhan untuk menguasai jaringan bisnis paman-pamannya, menyatukan suku-suku di Jazirah dan menjadi penguasa wilayah itu. Dan jangan lupakan sepak terjangnya dalam urusan syahwat dan asmara selepas istri pertamanya meninggal. Gak ada yang salah dengan keduanya. Semua pilihan hidup.
Anyway, semua orang mengalami “krisis” ini tapi gak semua orang bisa mengatasinya. Persis seperti yang dbilang Lao Tse, “Manusia hidup dua kali. Hidup yang kedua dimulai ketika ia sadar bahwa hidup hanya sekali.” Exactly what it is. Krisis paruh baya itu seperti sebuah guncangan hebat, wake up call, alarm, atau bahkan bisa dibilang kesempatan kedua untuk memulai hidup sebenar-benarnya. Kalo sampai terlewat, hidup akan berlalu begitu saja.
Kalo belum mengalaminya, persiapkan 10 tahun sebelumnya. Kalo udah mengalaminya, saya gak bisa ngomong apa-apa.
Disclaimer: Tulisan ini gak bisa dijadikan rujukan. Merupakan tulisan asli dari Andrey Abad.