Pancasila merupakan sumber dan dasar dari penyelenggaraan negara Indonesia yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi setiap warga negara indonesia. Dengan nilai-nilai tersebut rakyat indonesia melihat dan memecahkan masalah kehidupan ini untuk mengarahkan dan mempedomi dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Mereka melaksanakan kehidupan yang diyakini kebenarannya, maka pancasila dijadikan sebagai ideologi dan dasar negara.
Pancasila mengandung nilai filsafat bangsa indonesia yang bersumber kepada kehidupan masyarakat indonesia dan dituangkan dalam undang-undang dasar 1945 alenia keempat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pancasila sangatlah penting dan bersifat fundamental bagi terselenggarannya suatu negara, sehingga norma-norma tersebut harus dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga negara Indonesia.
Seperti yang diketahui bersama pancasila memiliki nilai-nilai yang sangat mendasar bagi masyarakat indonesia. Nilai-nilai tersebut benar-benar mampu menjadi sumber dari tingkah laku,sikap,kepribadian yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu pancasila juga mampu bertahan seiring dengan perubahan zaman yang diwujudkan dengan aktualisasi-aktualisasi dari nilai-nilai pancasila tersebut.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Jadi selain tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4, Pancasila terangkum dalam empat pokok pikiran Pembukaan UUD 1945.
Jika mencermati Pembukaan UUD 1945, masing-masing alinea mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-Undang Dasar.
Alinea pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Alinea kedua menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alinea ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Alinea keempat menggambarkan visi bangsa Indonesia mengenai bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan dalam rangka melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Indonesia.
Dalam alinea keempat inilah disebutkan tujuan negara dan dasar negara. Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 yang berisi latar belakang kemerdekaan, pandangan hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok-pokok pikiran sebagaimana telah diuraikan tersebut-lah yang dalam bahasa Soekarno disebut sebagai Philosofische grondslag atau dasar negara secara umum. Jelas bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa tidak hanya berisi Pancasila. Dalam ilmu politik, Pembukaan UUD 1945 tersebut dapat disebut sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut :
1.1. Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan Pokok Kaedah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
1. Sebagai dasarnya,karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberi faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia.
2. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai Mukaddimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945,bahkan sebagai sumbernya.
d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaedah Negara yang Fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
1.2. Hubungan Secara Material
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material. Berdasarkan urutan-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara meterial tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila ( Notonagoro, tanpa tahun : 40 )
2.1. Kedudukan Pembukaan (Prembule) UUD NRI Tahun 1945
Kedudukan Pembukaan (Prembule) UUD NRI Tahun 1945 dalam ketatanegaraan di Indonesia posisinya merupakan diatas Undang-Undang Dasar. Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi yang memuat hal-hal fundemental negara yaitu tujuan negara, bentuk negara, dan asas kerohanian negara yang pada hakikatnya merupakan dasar bagi penyusunan negara pada tingkatan tertinggi. Pembukaan UUD 1945 memberikan faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat Pancasila sebagai norma dasar negara (staatfundementalnorm). UUD NRI Tahun 1945 bukanlah merupakan suatu tertib hukum tertinggi karena di atasnya masih ada Pancasila sebagai norma dasar negara yang terdapat pada pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea 4. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memiliki dasar hukum yang sangat kuat. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memuat sendi-sendi mutlak bagi Negara Republik Indonesia. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tidak dapat diubah karena mengubah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 berarti mengubah Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945.
2.2. Makna dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
Makna dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni hasil perjuangan pergerakan kemerdekaan merupakan perwujudan hasrat yang kuat dan bulat dengan kemampuan sendiri untuk menjelma menjadi negara Indonesia. Ada tiga hal pokok sebagai landasan politik negara, yaitu: sebagai dasar utama yang harus ditempuh adalah “bersatu” dalam satu kesatuan bangsa, adapun yang ingin dicapai dalam kesatuan bangsa adalah tata masyarakat yang “adil dan makmur”, hal ini merupakan cita-cita yang ingin dicapai, syarat untuk mencapai harus “berdaulat”, sebagai negara merdeka yang berdiri diatas kemampuan, kekuatan, dan kekuasaan sendiri.
Dalam alinea ini lebih menitik beratkan mengenai pembentukan negara dengan tugasnya berdasarkan Pancasila, maka ada 4 pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu: Pertama, pokok pikiran pertama adalah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, pokok pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, pokok pikiran ketiga adalah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Keempat, pokok pikiran keempat adalah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
D. Prinsip Penyelenggaraan Negara
3.1. Penjabaran Dasar Negara Pancasila
Penjabaran Pancasila Dalam Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD NRI tahun 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.
Sesuai dengan penjelasan UUD NRI tahun 1945, pembukaan mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.
Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Menurut Bakry (2010: 209), aliran sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. kedaulatan rakyatdalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur.
Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara.
3.2. Penyelenggaraan Negara sebagai Aktualisasi Pancasila
Terdapat 3 nilai yang ada dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai tersebut yaitu:
1. Nilai dasar, merupakan suatu nilai yang memiliki sifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang meliputi cita-cita, tujuan, tatanan dasar serta ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila telah ditetapkan oleh para pendiri negara.
2. Nilai instrumental yaitu penjabaran dari nilai dasar, yang mana merupakan arahan kinerjanya dalam kurun waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman yang ada. Namun nilai instrumental tersebut haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Dalam kandungan nilainya, maka nilai instrumental tersebut merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program dan juga proyek-proyek yang akan menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini yaitu MPR, Presiden, dan DPR.
3. Nilai praksis, merupakan nilai yang terkandung didalam kenyataan sehari-hari, berbagai cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada banyak perwujudan penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun cabang yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, badan-badan ekonomi, pimpinan kemasyarakatan, maupun warganegara secara perseorangan. Dalam segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dengan realitas.
Dalam penyelenggaraan pemerintah pun harus menaati nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila baik nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilam. Dalam penyelenggaraan perlu juga menyamakan kedudukan, hak, kewajiban seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan ras, suku, agama, Bahasa dan budaya karena Indonesia merupakan negara yang multicultural, dengaan adanya keberagama para penyelenggara pemerintah harus bisa mempersatukan rakyat Indonesia, apabila masyarakat Indonesia tidak bersatu, maka akan mudah terkena ancaman baik dari militer maupun non militer.
3.3. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Ideologi memainkan peranan yang penting dalam proses dan memelihara integrasi nasional, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan ‘logos’ berarti ilmu. Kata idea sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk. Selanjutnya ada kata ‘idein’ yang artinya melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Ideologi secara umum artinya suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan, serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang, seperti bidang politik(hukum, pertahanan dan keamanan) bidang sosial, bidang kebudayaan dan bidang keamanan.
Ideologi merupakan suatu sistem pemikiran, maka ideologi terbuka adalah suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup adalah sistem pemikiran tertutup. Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-cita dapat digali dari kekayaan adat istiadat budaya dan religius masyarakat dan menerima reformasi. Ciri ideologi tertutup adalah nilai-nilai dan cita-cita dihasilkan dari pemikiran individu atau kelompok yang berkuasa dan masyarakat berkorban demi ideologinya dan menolak reformasi.
Pancasila sebagai ideologi nasional artinya Pancasila merupakan kumpulan atau seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menata/mengatur masyarakat Indonesia atau berwujud Ideologi yang dianut oleh negara (pemerintah dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik perseorangan atau golongan tertentu atau masyarakat tertentu saja, namun milik bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diklasifikasikan melalui :
(1) Dilihat dari kandungan muatan suatu ideologi, setiap ideologi mengandung di dalamnya sistem nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai-nilai itu merupakan cita-cita yang memberi arah terhadap perjuangan bangsa dan negara.
(2) Sistem nilai kepercayaan itu tumbuh dan dibentuk oleh interaksinya dengan berbagai pandangan dan aliran yang berlingkup mondial dan menjadi kesepakatan bersama dari suatu bangsa.
(3) Sistem nilai itu teruji melalui perkembangan sejarah secara terus-menerus dan menumbuhkan konsensus dasar yang tercermin dalam kesepakatan para pendiri negara (the fouding father).
(4) Sistem nilai itu memiliki elemen psikologis yang tumbuh dan dibentuk melalui pengalaman bersama dalam suatu perjalanan sejarah bersama, sehingga memberi kekuatan motivasional untuk tunduk pada cita-cita bersama.
(5) Sistem nilai itu telah memperoleh kekuatan konstitusional sebagai dasar negara dan sekaligus menjadi cita-cita luhur bangsa dan negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila ideologi nasional dipahami dalam perspektif kebudayaan bangsa dan bukan dalam perspektif kekuasaan, sehingga bukan sebagai alat kekuasaan.
Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi :
(1) Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila mengandung harapan-harapan dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
(2) Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, yang menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
(3) Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
(4) Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti perkembangan zaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman, dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan demokratis.
3.4. Pancasila sebagai sumber tertib hukum
Sebelum membicarakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, adalah penting untuk mengintrodusir terlebih dahulu konsep tentang staatsfundamentalnorm yang merupakan landasan penting bagi lahirnya konsep Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) merupakan istilah yang digunakan Hans Nawiasky dengan teorinya tentang Jenjang Norma Hukum (Die theorie von stufenordnung der rechtsnormen) sebagai pengembangan dari teori Hans Kelsen tentang Jenjang Norma (stufentheorie) (Hamidi;2006;59).
Perihal norma hukum, Hans Nawiasky menggunakan hirarkisitas hukum dapat terbagi menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu:
(1) Staatsfundamentalnorm yang berupa norma dasar bernegara atau sumber dari segala sumber hukum;
(2) Staatsgrundgezetze yang berupa hukum dasar yang apabila dituangkan dalam dokumen negara menjadi konstitusi atau vervassung;
(3) Formelegezetze atau undang-undang formal yang pada peraturan tersebut dapat ditetapkan suatu ketentuan yang bersifat imperative, dalam pengertian pelaksanaan maupun sanksi hukum;
(4) Verordnung en dan autonome satzungen yakni aturan-aturan pelaksanaan dan peraturan yang otonom, baik yang lahir dari delegasi maupun atribusi (Dardji;1999;21).
Secara hierarkhisitas tersebut, ahli ilmu perundang-undangan di Indonesia banyak melihat Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm yang dianut Hans Nawiasky. Pancasilalah yang ditetapkan sebagai dasar sumber dari segala sumber hukum (staatsfundamenalnorm) (Hamid;1990). Sementara itu, Jimly Asshiddiqie menyatakan, bahwa dalam hal ini Hans Nawiasky menyebut grundnorm itu dengan istilah staatsfundamentalnorm yang dibedakannya dari konstitusi. Tidak semua nilai-nilai yang terdapat dalam konstitusi merupakan staatsfundamentalnorm. Nilai-nilai yang termasuk staatsfundamentalnorm menurutnya hanya spirit nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi itu, sedangkan norma-norma yang tertulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar termasuk kategori abstract norms. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sistem konstitusi Republik Indonesia, dapat dibedakan antara Pembukaan UUD 1945, dengan pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jimly:2006).
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Selain kesatuan sila-sila Pancasila hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia (Natabaya;2006).
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak tepat dikatakan sebagai peraturan perundang-undangan disebabkan oleh alasan bahwa UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas dua kelompok norma hukum yaitu:
(a) Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara yang merupakan norma hukum yang tertinggi bersifat ”pre-sup-posed” dan merupakan landasan dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Sifat norma hukumnya masih secara garis besar dan merupakan norma hukum tunggal, dalam arti belum dilekati oleh norma hukum yang berisi sanksi;
(b) Pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan staatsgrundgesetz atau aturan dasar negara/aturan pokok negara yang merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara untuk menggariskan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat umum;
(c) Selain itu dalam UU No.10 Tahun 2004 Pasal 2 ditetapkan bahwa Pancasila merupakan sumber hukum negara.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang berwujud di dalam tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum ialah keseluruhan daripada peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat-syarat:
• Kesatuan subyek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum tersebut, yang untuk Indonesia adalah Pemerintahan Republik Indonesia.
• Kesatuan asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu, yang untuk Indonesia adalah Pancasila.
• Kesatuan waktu yang menetapkan saat berlaku peraturan-peraturan tersebut, yang untuk Indonesia adalah sejak tanggal 18 Agustus 1945.
• Kesatuan daerah, sebagai batas wilayah berlaku bagi peraturan-peraturan tersebut, yang untuk Indonesia ialah seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai sumber hukum disini maksutnya ialah Pancasila sebagai asal, tempat setiap pembentuk hukum di Indonesia.
E. SIMPULAN
Hubungan antara pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dipelajari dalam hubungan secara formal dan material.
Terdapat 3 nilai yang ada dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai tersebut yaitu: nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
Pancasila sebagai ideologi nasional yang artinya Pancasila merupakan kumpulan atau seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menata/mengatur masyarakat Indonesia.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan tertib hukum tertinggi yang memuat hal-hal fundemental negara yaitu tujuan negara, bentuk negara, dan asas kerohanian negara yang pada hakikatnya merupakan dasar bagi penyusunan negara pada tingkatan tertinggi.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang berwujud di dalam tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum ialah keseluruhan daripada peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat yakni Pancasila sebagai asal, tempat setiap pembentuk hukum di Indonesia.
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia.
Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Assihiddiqie, Jimly.2006. Pengantar Ilmu Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan Kesekretariatan Mahkamah Konstitusi RI.Jakarta.
Assihiddiqie, Jimly.2006. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.Jakarta.
Attamimi, A. Hamid S.1990. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Menyelenggarakan Pemerinahan Negara (Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-VII). Jakarta:Universitas Indonesia.
Ambiro Puji Asmaroini, M. 2017. Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya Bagi Masyarakat di Era Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Januari 2017 , 54.
Darmodihardjo, Dardji.1999. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia.Jakarta:Gramedia
Franz Magnis-Suseno. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Kanisius
Hamidi, Jazim.2006. Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI.Jakarta: Konstitusi Press dan Citra Media.
Indrayana, Deny.2007. Penerapan Konsepsi Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum dalam Penyusunan Perundang-undangan (Studi Kasus UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nangroe Aceh Darussalam).FH UGM.
Kaelan.2003. Pendidikan Pancasila ”Proses Reformasi, UUD Amandemen 2002, Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, Pancasila Sebagai Etika Politik, Paradigma Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara”.Yogyakarta:Paradigma.
Kaelan. 2005. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Muh. Hatta, dkk.1977.Uraian Pancasila. Jakarta: Penerbit Mutiara
Natabaya, H.A.S..2006. Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.Jakarta.
Noor Ms Bakry.2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Notonagoro.1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Sawir, M.1945. Berbangsa dan Bernegara Oleh Sidharta, B. Arief. Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal Hukum), Rule of Law, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Jakarta. edisi 3 Tahun II, November 2004.
Sutrisno. 2016. Peran Ideologi Pancasila dalam Perkembangan Konstitusi dan Sistem Hukum di Indonesia. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 1, Juli 2016 , 42.
Ubaidiah, A, dkk. 2000. Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education), Demokrasi, HAM, & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press
Wardani, Sri Handayani Retna.2017.Grand Design Politik Ketatanegaraan Indonesia Sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Kajian Hukum Vol.2,No.1