Mahasiswa UT, Faktor-faktor yang Memengaruhi Stres – Tulisan ini merupakan kutipan dari buku “STRESS Kerja” karya Gusti Yuli Asih, S.Psi, M.Si., Prof. Hardani Widhiastuti, MM, Psikolog, Rusmalia Dewi, S.Psi, M.Si, Psikolog. Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). ISBN: 978-602-9019-55-1.
***
Sebagian besar stresor dalam kehidupan sehari-hari bersifat psikososial. Walaupun mobilisasi cepat sumber-sumber daya tubuh memang tepat untuk menghadapi cedera fisik baik yang bersifat ancaman atau yang sudah terjadi. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu atau karyawan akan sangat menentukan apakah stresor itu berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye dalam Waluyo, 2009: 160). Ada peristiwa tertentu menimbulkan stres bagi seseorang, namun bagi orang lainhal tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah persepsi. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Sutherland dkk (dalam Smet, 1994: 112) menyimpulkan konsep dasar dalam stres yaitu:
- penilaian kognitif (cognitive appraisal), stres adalah pengalaman subyektif yang (mungkin) didasarkan atas persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan,
- pengalaman (experience) merupakan suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban dengan situasi, keterbukaan semula (previous exposure), proses belajar, kemampuan nyata dan konsep reinforcement,
- tuntutan (demand), merupakan tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan-rangsangan yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara-cara tuntutan yang dapat diterima,
- pengaruh interpersonal (interpersonal influence) yaitu ada tidaknya seseorang, faktor situasional dan latar belakang mempengaruhi pengalaman subjektif, respon, dan perilaku coping. Hal ini dapat menimbulkan akibat positif dan negatif. Kehadiran orang lain dapat merupakan sumber kekacauan dan kegalauan yang tidak diinginkan, tetapi bisa juga merupakan sesuatu yang dapat memberikan dukungan, meningkatkan harga diri, memberikan konfirmasi nilai-nilai dan identitas personal,
- keadaan stres („a state of stress) merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan untuk menemukan tuntutan tersebut. Proses yang mengikuti merupakan proses coping serta konsekuensi dari penerapan strategi coping.
Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi antara individu dan lingkungannya. Selain itu, stress muncul karena adanya jawaban individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang meminta tuntutan tertentu terhadap diri individu dalam pekerjaannya (Wijono, 2015: 168)
Kondisi Kerja yang Menyebabkan Stres menurut Handoko
Handoko (2001: 201) mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kondisi kerja yang sering menyebabkan stres bagi karyawan, diantaranya adalah :
- Beban kerja yang berlebihan
- Tekanan atau desakan waktu
- Kualitas supervisi yang jelek
- Iklim politis yang tidak aman
- Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
- Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung-jawab
- Kemenduaan peranan (role ambiguity)
- Frustrasi
- Konflik antar pribadi dan antar kelompok
- Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan
- Berbagai bentuk perubahan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Stres menurut Cooper
Cooper (dalam Umam, 2012: 212-214) faktor yang memengaruhi stres kerja diantaranya :
- Stressor kondisi pekerjaan, Seperti beban kerja berlebihan secara kuantitatif dan kualitatif, keputusan yang dibuat oleh seseorang, bahaya fisik, jadwal bekerja.
Stressor stress peran, Ketidakjelasan peran, adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender; pelecehan seksual - Stressor faktor interpersonal, Meliputi hasil kerja dan dukungan sosial yang buruk, persaingan politik, kecemburuan sosial, kemarahan, dan kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan.
- Stressor perkembangan karir, Seperti promosi jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya, promosi jabatan yang lebih tinggi dari pada kemampuannya, keamanan pekerjaannya, ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi.
- Stressor struktur organisasi, Meliputi struktur yang kaku dan tidak bersahabat, pertempuran politik, pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang, ketidakterlibatan dalam membuat keputusan.
- Stressor tampilan rumah pekerjaan, Seperti mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi, kurangnya dukungan dari pasangan hidup, konflik pernikahan, stres karena memiliki dua pekerjaan.
Faktor Pembuat Stres dalam Lingkungan Kerja menurut Hurrel
Hurrell, dkk (dalam Munandar, 2014: 381) mengungkapkan bahwa faktor pembuat stres dalam lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, diantaranya:
- Tuntutan fisik (bising, paparan, getaran, hygiene)
- Tuntutan tugas (sift kerja, beban kerja berlebih ataukah sedikit) atau workload
Peran individu dalam organisasi
meliputi:
Konflik peran:
- Pertentangan antara tugas-tugas yang di lakukan dengan tanggung jawab yang di miliki
- Tugas-tugas yang harus di lakukan yang menurut padangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.
- Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting bagi seseorang.
- Pertentangan dengan nilai-nilai keyakinan pribadinya sewaktu melaksanakan tugasnya.
Ketidakjelasan peran
meliputi:
- Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran
- Kesamaran tentang tanggung jawab
- Ketidakjelasan tentang prosedur kerja
- Kesamaran tentang apa yang diharapkan
- Ketidakpastian tentang unjuk-kerja pekerjaan
Pengembangan karier
meliputi faktor:
a) Peluang untuk menggunakan jabatan sepenuhnya
b) Peluang untuk menggunakan ketrampilan yang baru
c) Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan menyangkut karier. Adapun hal-hal yang termasuk di dalamnya adalah job insecurity, over dan under promotion.
Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan yang baik dengan kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam menjaga kesehatan organisasi.
Struktur dalam organisasi
Sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta pada support.
Tuntutan dari luar pekerjaan
Meliputi isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan pribadi, konflik, tuntutan perusahaan, ini semuanya adalah faktor diluar pekerjaan yang menjadi sumber stres.
Faktor Pembuat Stres dalam Lingkungan Kerja menurut Sutherland dan Cooper
Sutherland dan Cooper (dalam Wijayaningsih, 2014: 99) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi stres yaitu :
Faktor penilaian kognitif
Stres adalah pengalaman subjektif individu didasarkan atas persepsi terhadap situasi, baik dari dalam maupun dari luar. Setiap individu berbeda dalam mereaksi suatu stresor. Ada yang menganggap ringan, sedang, atau berat ada yang merasa tidak berdaya.
Faktor pengalaman
Merupakan proses belajar mengajar tentang kenyataan kalau sering menghadapi suatu masalah dan bisa dihadapi dengan baik maka kalau dihadapkan pada masalah yang sama akan mudah diselesaikan.
Faktor tuntutan
Besar kecilnya tuntutan akan mempengaruhi penanggulangan stres pada individu
Faktor pengaruh interpersonal
Respon terhadap stres dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman subjektif. Peningkatan kesadaran dan pemahaman terhadap suatu masalah bisa membantu mengatasi stres secara potensial.
Sementara itu, Infantio & Gordon (dalam Wijono, 2015: 178) mengemukakan bahwa pegawai yang mempunyai persepsi positif terhadap penyelianya akan merasa puas dengan kata lain, tingkat stres kerjanya juga akan menjadi rendah, semakin tinggi peran persepsi positif maka stres kerjanya menjadi semakin rendah. Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan antara lain: kekuatiran finansial, masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak, masalah-masalah fisik, masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian), perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal, masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.
Robbins dan Judge (dalam Widhiastuti, 2013: 17) mengungkapkan bahwa karyawan yang tidak memiliki job description yang jelas atau tidak memiliki job description yang lengkap aspek-aspeknya, akan mengalami stres kerja karena pekerjaannya menjadi terlalu banyak, tidak punya waktu untuk menyelesaikan tugas, dan harus mengerjakan beberapa tugas sekaligus.
Tidak sedikit faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang sempit, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan. Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap job description akan memandang tugas-tugas yang diberikan sebagai suatu resiko terhadap pekerjaannya serta dianggap dapat meningkatkan kemampuan bertugas dan tidak membuat seseorang menagalami stres, sebaliknya karyawan yang memiliki persepsi negatif terhadap job description akan memandang tugas-tugas yang diberikan sebagai suatu hal yang menghambat, tertekan akibat beban kerja yang diberikan, sukar, berat untuk dilaksanakan dan karyawan cenderung mengalami stres kerja.
Pekerjaan sangat mempengaruhi kondisi finansial, kondisi rumah, cara meluangkan waktu, lokasi rumah, dan sahabat-sahabat. Pekerjaan akan menciptakan suatu struktur serta ritme dalam kehidupan yang seringkali hilang jika individu tidak bekerja selama periode waktu tertentu. Ada banyak individu yang mengalami stress emosi dan rendah diri karena tidak mampu bekerja. Pemikiran yang penting tentang pekerjaan adalah seberapa besar stress yang ditimbulkannya. Sumber utama stress dalam pekerjaan yaitu gaji rendah, kekurangan kesempatan kenaikan pangkat, ekspektasi kerja yang tidak pasti, serta jam kerja yang panjang (Santrock, 2012: 30).
Faktor Pembuat Stres dalam Lingkungan Kerja menurut Luthan
Faktor-faktor yang menyebabkan stress (anteseden stress) bisa berasal dari luar dan dalam oraganisasi, dari kelompok, dan diri sendiri. Luthan (2006: 442) mengkategorikan stressor yang memengaruhi stress kerja yaitu: stressor ekstraorganisasi, stressor organisasi, stressor kelompok, stressor individu.
Stresor ekstraorganisasi
Stresor di luar organisasi berhubungan dengan efek dan perasaan negatif pada pekerjaan. Contohnya seperti perubahan sosial / teknologi, globalisasi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Keluarga mempunyai dampak besar terhadap tingkat stress individu. Situasi keluarga, seperti pertengkaran atau sakit anggota keluarga, relasi yang buruk dengan orangtua, pasangan atau anak-anak. Pindah karena promosi jabatan, juga dapat menyebabkan stress. Variabel sosiologi seperti ras, dan kelas juga bisa menjadi pemicu stress kerja. Perbedaan keyakinan dan nilai, perbedaan kesempatan untuk penghargaan atau promosi, serta persepsi karyawan minoritas baik mengenai diskriminasi maupun kurangnya kesesuaian antara diri sendiri dan organisasi.
Stressor organisasi
Adanya kebijakan dan strategi adsministratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, serta kondisi kerja. Adanya tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan, penghargaan yang tidak memadai, kurangnya deskripsi kerja yang jelas. Kehilangan pekerjaan atau terancam dipecat dapat menjadi tekanan yang luar biasa bagi karyawan. Adanya tuntutan pekerjaan yang kronis, juga dapat menyebabkan stress kerja.
Stresor kelompok
Kurangnya kohesivitas kelompok seperti karyawan tidak memiliki kebersamaan karena desain kerja, karena penyelia melarang atau membatasinya, atau karena ada anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan lain, kurangnya kohesivitas ini akan menyebab stress.
Kurangnya dukungan sosial. Berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama akan lebih baik. Bila dukungan sosial kurang, akan menyebabkan stress kerja, yang mengakibatkan biaya perawatan kesehatan.
Stresor individu
Adanya situasi dan disposisi individu dapat memengaruhi stres. Disposisi individu seperti kepribadian, control personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, daya tahan psikologis, tingkat konflik intra individu yang berakar dari frustrasi. Adanya predisposisi daya tahan psikologis akan membantu orang menahan stress dengan memberikan buffer pada diri sendiri dan stressor.
Read more... / Baca selengkapnya...