MENGELUH, NAMUN BUKAN KAUM ‘TAPI…’
by Nana Padmo
Begini ya…
Menurut Carl Gustav Jung, pendiri Psikologi Analitik dari Swiss : manusia ‘memproses’ dunia dan aneka peristiwa, menggunakan beberapa fungsi psikologis.
Sebagian orang mempersepsi dunia dengan Sensasi fisik : kalau mau makan, makanannya diendus dulu. Kalau menyelesaikan masalah, lebih memilih cara dan metode yang sudah pernah dikenalnya. Suka sekali dengan data detail, mereka gelisah kalau WA-nya nggak dibalas padahal mereka menanyakan hal yang menurut mereka sangat penting : Sudah makan belum? Ada di mana sekarang? Sama siapa? Kapan pulang?
Sebagian orang mempersepsi dunia dengan intuisinya. Mereka bukan tipe orang yang akan menanyakan padamu : Sudah makan belum? Ada di mana sekarang? Sama siapa? Kapan pulang? Mereka juga bukan orang yang mau repot membahas hal kecil-kecil. Mereka cenderung suka berpikir global dan abstrak. Menggagas ide besar. Dan tak suka rutinitas atau pekerjaan administratif.
Sebagian orang mengolah data dan mengambil keputusan berdasarkan feeling : bisa memecat atau tidak memecat orang berdasarkan mood. Kalau mood lagi ancur, bisa ngamuk dan langsung memecat…!!! Kalau mood lagi bener, hendak memecat pegawai yang sudah nyolong duit perusahaan pun masih berpikir ‘ah kasihan. kan anaknya banyak…’
Sebagian orang mengolah data dan mengambil keputusan berdasarkan thinking : Mau blokir orang, mau mutusin pacar, atau memecat orang : nggak pakai perasaan. Semuanya berdasarkan data saja. Pegawai yang ketahuan mencuri uang perusahaan, ya dipecat sesuai aturan. Nggak peduli anaknya pegawai tersebut ada 17 dan masih bayi semua. Biarpun sedang sangat marah, orang thinking nggak akan memecat orang jika menurut data, orang tersebut tidak punya kesalahan yang ada dalam aturan. Demikian sebaliknya : jika sedang merasa kasihan pun, orang thinking tidak akan meminjamkan duitnya jika orang tersebut malas.
Nah… itu latar belakang penjelasan ya. Sekarang aku mau bahas Feeling dan Thinking saja, dikaitkan dengan kebiasaan mengeluh.
Orang yang #feeling, memang cenderung suka mengeluh. Ini WAJAR..! Karena cara mereka mempersepsi dunia adalah dengan perasaannya, maka, perasaannya SERING PENUH dengan ‘sampah’ dunia. Alhasil : dada mereka penuh. Seringkali bengkak dan hampir meledak…!
Maka mereka perlu tempat curhat….. untuk membuang ‘sampah’ dunia yang dipungutnya (dipungut untuk diproses dengan feeling) :
~ mertuanya jahat dan dominan…
~ suaminya nggak belain…
~ iparnya merebut warisan…
~ teman medsosnya toxic…
~ bossnya menindas…
~ si ini atau itu menggosipkannya…
Setelah semua beban hati itu bersih dikeluarkannya dari perasaannya, baru deh mereka bisa tenang bekerja…
Di pihak lain, orang yang #thinking, cenderung mengabaikan ‘sampah’ dunia. Semua yang tidak masuk di akalnya, akan ditepis.
~ Mertua jahat dan dominan? Mereka lawan! (Atau sebaliknya, mereka tinggal. Nggak pake
merasa nggak enakan, nggak pake musingin apa kata orang. Suami? Akan dikasih pilihan : elo stay sama emak loe? atau ikut gue? atau mondar-mandir antara 2 rumah? Semuanya silakan. Kelar perkara. Nggak akan dikeluhkan atau dibahas).
~ Suami nggak belain? Nggak perlu belain. Gue hadapi sendiri. Bisa kok.
~ Iparnya merebut warisan? Lawan. Adu lawyer! (Atau sebaliknya. Cuekin aja. Mending gue fokus cari kekayaan sendiri. Memutuskan hubungan, kelar perkara. Nggak akan dikeluhkan atau dibahas).
~ Teman medsos toxic? Blokir. Kelar perkara. Nggak akan dikeluhkan atau dibahas.
~ Bossnya menindas? Lawan. Atau resign, cari pekerjaan yang lebih baik suasananya dan gajinya. Kelar perkara. Nggak akan dikeluhkan atau dibahas.
~ Si ini atau itu menggosipkan? Ha-Ha. Biarin. Cuma orang penting yang akan digosipin orang lain. Nggak ada orang sepele dan insignificant, yang dibahas orang. Artinya gue penting. Minimal bagi mereka 😌
Sampai sini sudah terbayang kan ya?
********
Kebetulan, aku orang thinking.
Tapi aku mampu membedakan mana kawan yang feeling…. dan mana kawan yang masuk kategori KAUM TAPI.
Kalau belum tahu apa itu ‘kaum tapi’, bisa cek di sini dulu…
Kalau orang feeling sedang mengeluh :
“Mertuaku itu lho, semua dia salahin. Anakku juga dia manjain. Sedang batuk, tetap dibolehin makan gorengan. Padahal sudah kularang… bla bla bla…”
—> orang thinking masuk :
“Lalu bagaimana rencanamu?”
Orang feeling bisa menjawab dan membeberkan perencanaannya. Dia tahu jalan keluarnya dan sudah akan dia laksanakan.
“Tapi tunggu toooo..! Aku masih jengkel iniii..! Kesel banget akuuuu…! Aku masih bla bla bla…”
Nah, biasanya, kalau sudah begini… Aku MAU MENDENGARKAN MEREKA, MEMINJAMKAN TELINGAKU DAN MENGHIBAHKAN WAKTUKU… karena aku tahu, yang mereka butuhkan cuma ‘menata hati’ agar bisa gas-pol lagi nantinya.
********
Dan beginilah ‘Kaum Tapi’ yang sedang mengeluh :
“Mertuaku itu lho, semua dia salahin. Anakku juga dia manjain. Sedang batuk, tetap dibolehin makan gorengan. Padahal sudah kularang… bla bla bla…”
—> orang thinking masuk :
“Lalu bagaimana rencanamu?”
‘Kaum Tapi’ nggak akan bisa menjawab. Mereka TIDAK MELIHAT jalan keluarnya.
Biasanya malah tanya balik, “Baiknya gimana ya?”
Ketika dikasih solusi A, mereka BISA MELIHAT dimana jeleknya solusi A itu :
“Tapi kan nggak mungkin, aku nggak ada modal… bla bla bla…”
Ketika dikasih solusi B, mereka BISA MELIHAT dimana lemahnya solusi B itu :
“Ya tapi nggak bisa Na, soalnya kan suami gue keras banget… bla bla bla…”
Ketika dikasih solusi C, mereka BISA MELIHAT dimana tak mungkinnya solusi C itu : “Tapi…”
Begitu terus aja sampai kiamat…
Dan untuk orang seperti ini…? Aku nggak mau minjemin kupingku dan menghibahkan waktuku. Ntar sampai kiamat aku cuma dengerin dia aja.
Ogah.
———
KETERANGAN GAMBAR :
‘Kaum Tapi’ biasanya merasa terpenjara atau terjebak dalam masalahnya. Mereka ingin sekali keluar. Namun ketika dikasih tahu bahwa gemboknya tidak terkunci…. anehnya, mereka tetap akan menemukan alasan ini-itu untuk tetap ada di dalam pagar.
Mungkin kalau digendong keluar dari pagar pun, mereka akan meronta…..
Nana Padmo.
Rabu Legi, 9 Juni 2021, 14:24